TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meminta pemerintah bersikap tegas dalam pengaturan jasa transportasi. KPPU mendorong pemerintah menyeragamkan kebijakan yang diterapkan untuk angkutan umum konvensional maupun untuk berbasis online.
"Kebijakan di sektor jasa transportasi, regulasi yang digunakan baik untuk angkutan konvensional maupun online harus sama. Sehingga, masing-masing pelaku usaha bisa bersaing satu sama lain," kata Ketua KPPU Syarkawi Rauf melalui keterangan tertulisnya, Jumat, 24 Maret 2017.
Sikap tegas pemerintah, menurut Syarkawi diperlukan untuk mencegah kisruh yang lebih parah antara pelaku usaha berbasis taksi konvensional dengan taksi online di sejumlah kota besar. Sikap pemerintah untuk kedua pihak itu dinilai belum setara, khususnya soal kewajiban yang harus dipenuhi sebagai syarat angkutan, seperti pajak dan uji kelayakan kendaraan.
Baca: Ojek Online, Kemenkominfo Ancam Sanksi Transportasi Aplikasi
Menurut Syarkawi, kewajiban angkutan konvensional yang lebih berat membuat pelaku usahanya sulit bersaing dengan angkutan jasa transportasi online, misalnya dalam hal pemberian tarif.
Selain memberikan pengaturan yang sama, KPPU meminta pemerintah menindak tegas pelaku usaha yang melanggar peraturan. Pengusaha angkutan online dan pengusaha angkutan konvensional harus diberi perlakuan yang sama.
Terdapat dua poin penting yang menjadi perhatian KPPU soal revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32/2016 . Dua hal itu, antara lain pengaturan standar minimum untuk pelayanan terhadap konsumen atau penumpang, dan pengaturan tarif batas atas.
Simak: Angkutan Online Ricuh di Banyak Kota
Kata Syarkawi, aturan standar pelayanan minimum dapat menjadi jaminan dalam memberikan keamanan dan kenyamanan kepada konsumen. "Kalau untuk tarif, kami lebih setuju pengaturan batas atas dan tidak merekomendasikan ketentuan batas bawah. Sebab, pengaturan batas bawah justru menjadi disinsentif bagi pengusaha serta dapat melemahkan kemampuan berinovasi.”
Ketentuan batas bawah tarif angkutan taksi konvensional dan online dianggap berdampak pada biaya transportasi yang mahal dan membuat ongkos transport sulit turun. Batas bawah tariff, kata dia, akan memaksa konsumen membayar biaya angkutan mahal.
“Hal ini sama saja membiarkan konsumen menanggung inefisiensi operator jasa transportasi,“ kata Syarkawi.
Simak: Tarif Baru Taksi Online, Luhut: Kalau Menolak, Pergi dari Sini
Syarkawi berkata pihaknya sudah memperhatikan kemunculan taksi online di sektor jasa transportasi selama setahun terakhir. "Kami tengah mengkaji pengaduan masyarakat terhadap dugaan pelanggaran persaingan usaha yang dilakukan oleh pengusaha taksi online," ujar dia.
Pengaduan yang muncul antara lain berupa dugaan tindakan predatory pricing, alias penetapan harga yang sangat rendah untuk mematikan pesaing, yang dilakukan oleh sejumlah pengusaha taksi online.
Tarif angkutan online selama beberapa bulan terakhir, menurut dia, dipatok dengan harga murah. Banyak pula yang menawarkan berbagai promosi, seperti perjalanan gratis.
KPPU, kata Syarkawi, siap menindak pelaku usaha yang terbukti melakukan predatory pricing untuk menyingkirkan pesaingnya. "Kami akan melihat bagaimana struktur cost yang berlaku pada angkutan online, bagaimana para pengusaha ini bisa menetapkan harga yang begitu rendah," ucapnya.
YOHANES PASKALIS