TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bank Negara Indonesia Syariah Imam Teguh Saptono menyatakan belum mendapatkan instruksi dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara terkait penggabungan (merger) dengan Unit Bank Tabungan Negara Syariah. Namun, dia menyambut baik rencana merger itu karena dapat memperkuat industri perbankan syariah.
"Harapannya, penggabungan itu tidak hanya sekedar penggabungan tapi diikuti juga oleh penambahan modal. Yang kami butuhkan, selain volume, juga dukungan modal meskipun dukungan modal bisa saja didapatkan melalui IPO atau strategic partner," kata Imam di Wisma Antara, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2017.
Baca Juga:
Baca: Rasio Kredit Macet Bank Syariah Diprediksi Menurun ...
Imam memperkirakan, rencana penggabungan anak perusahaan BNI dengan Unit BTN Syariah tersebut belum akan terealisasi pada 2017 ini. "Karena bagaimana pun juga, baik BTN atau BNI kan perusahaan terbuka. Artinya, butuh waktu untuk menyampaikan (rencana) itu sesuai ketentuan pasar modal," ujar Imam.
Kementerian BUMN berencana menggabungkan bank-bank syariah BUMN tahun ini. Namun, Kementerian BUMN akan menggandeng mitra asing, terutama negara Timur Tengah, yang lebih tahu mengenai konsep syariah. Kementerian ingin mitra tersebut dapat melakukan transfer pengetahuan dan juga teknologi.
Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian BUMN Gatot Trihargo berujar, kementerian akan mengajak seluruh direktur utama bank-bank BUMN untuk memilih dan memutuskan mitra yang tepat secara bersama-sama. "Kami tidak akan memilih investment, yang hanya invest uang saja," tuturnya.
Baca: 2017, Pembiayaan Bank Syariah Diprediksi Tumbuh 40 ...
Sesuai permintaan Menteri BUMN Rini Soemarno, akan terdapat dua gabungan bank syariah BUMN, yakni gabungan Bank Syariah Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia Syariah serta gabungan BNI Syariah dengan Unit BTN Syariah. Dengan penggabungan itu, pangsa pasar bank syariah BUMN meningkat dari saat ini sebesar 3 persen menjadi 10 persen.
ANGELINA ANJAR SAWITRI