TEMPO.CO, Jakarta - PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) merundingkan pencairan pinjaman dengan China Development Bank (CDB) sejak akhir tahun lalu. Direktur Keuangan Wijaya Karya Antonius Kosasih mengatakan ada tanda-tanda positif karena konsorsium Cina memiliki 40 persen saham proyek kereta cepat. Ia mendapat janji bahwa CDB dan konsorsium akan memberi jawaban pada akhir bulan ini.
“Kami negosiasi supaya dana pinjaman bisa segera cair proporsional sesuai dengan pembebasan lahan yang sudah 85 persen," kata Antonius, Senin, 20 Maret 2017.
CDB, lembaga yang akan membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, menawarkan dana talangan. Skema itu disodorkan sebagai alternatif pendanaan sementara karena pinjaman belum bisa dicairkan. Lembaga itu mensyaratkan seluruh lahan bebas terlebih dahulu sebelum menggelontorkan kredit Rp 51 triliun dari total kebutuhan proyek Rp 68 triliun.
Baca: Produsen Biodiesel Tuntut Eropa Hapus Bea Antidumping
Adanya penawaran dana talangan itu diungkapkan Staf Ahli Menteri Badan Usaha Milik Negara, Sahala Lumban Gaol. Namun skema yang diusulkan tersebut belum disepakati. "Diskusi masih berlangsung," kata Sahala kepada Tempo, Senin.
Pinjaman jangka pendek itu diperlukan untuk menutup kekurangan anggaran pembangunan, terutama biaya pembebasan lahan di Karawang-Purwakarta seluas 500 hektare. Kebutuhannya ditaksir mencapai Rp 2 triliun. Empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tergabung dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia mesti menyetorkan Rp 1,2 triliun.
Lahan di kawasan Karawang dan Purwakarta itu merupakan lahan masyarakat. Pembebasan berlangsung alot lantaran harga pasar melonjak tiba-tiba ketika proyek resmi diumumkan. Beruntung, lahan di kawasan Halim-Karawang dan Wahlini-Karawang-Bandung sebagian besar dimiliki negara melalui TNI Angkatan Udara dan PTPN VIII, sehingga pembebasan lahan diyakini akan lebih mudah.
Baca: Pembiayaan LRT Jabodebek Diputuskan Tanpa APBN
Menurut Sahala, konsorsium empat perusahaan berupaya menyetorkan dana. Ia yakin perusahaan tidak mengalami masalah likuiditas karena penugasan disesuaikan dengan kemampuan perseroan. Adapun pemerintah tetap mengupayakan pembiayaan sendiri dengan memaksimalkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Sahala mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang agar beleid tersebut dapat membantu pembebasan lahan.
Sahala mengatakan penggunaan aturan itu akan memberi kepastian tersedianya lahan. "Kalau ada kepastian, tentu debitor tidak akan khawatir dan dananya bisa cepat dicairkan," katanya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan hampir semua proyek kereta pemerintah mengalami kendala yang sama. Masalahnya, kereta cepat Jakarta-Bandung tak masuk proyek prioritas negara, seperti mass rapid transit atau kereta ringan, sehingga pemerintah tak memberi dukungan pembebasan lahan. Bahkan, menurut Direktur Pengelolaan Kekayaan Negara dan Sistem Informasi Kementerian Keuangan Indra Surya, pemerintah berencana tak memberikan tambahan penyertaan modal negara (PMN) kepada konsorsium BUMN.
Baca: Rupiah Hari ini Diprediksi Bakal Lanjutkan Penguatan
Pengamat transportasi dari Universitas Gadjah Mada, Darmaningtyas, menilai skema dana talangan merupakan solusi terbaik agar bisnis dan keuangan konsorsium tak terganggu.
ANDI IBNU | VINDRY FLORENTIN