TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sepakat tarif taksi berbasis aplikasi daring (online) dan konvensional diatur pemerintah. Pengaturan itu untuk melindungi kepentingan konsumen. “Kalau tidak ada pengaturan, dikhawatirkan saling banting harga. Banting harga, yang kena perawatan mobil. Perawatan mobil kena, keselamatan bagaimana," kata Komisioner Ombudsman, Alvin Lie usai bertemu Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, di kantornya, Senin, 20 Maret 2017.
Alvin mengatakan banting harga membuat pengemudi harus bekerja keras dan kurang istirahat. Kondisi ini rentan menyebabkan kecelakaan. “Kita perlu menjaga supaya batasan tarif itu masuk akal untuk perawatan mobil sebagaimana mestinya," ujarnya.
Baca : Aturan Taksi Online,3 Poin Ini yang Jadi Keberatan Grab
Kementerian Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Darat sedang melakukan uji publik kedua atas draft revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraaan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Aturan menyasar angkutan sewa tidak dalam trayek, seperti Go-Car, GrabCar, dan Uber. Poin revisi antara lain membahas penyesuaian tarif atas bawah dan pembatasan jumlah kendaraan.
Selama uji publik, Ditjen Perhubungan Darat menerima pendapat dan masukan dari masyarakat, termasuk dari penyedia layanan taksi daring dan konvensional. Sesuai rencana, revisi ditetapkan pada 1 April 2017.
Managing Director Grab Indonesia, Ridzki Kramadibrata, sebelumnya menyatakan tiga penyedia layanan transportasi berbasis aplikasi online membuat deklarasi bersama untuk meminta penangguhan waktu, atas pelaksanaan revisi Peraturan Menteri Perhubungan nomor 32 Tahun 2016. “Kami meminta penangguhan selama sembilan bulan," kata Ridzki.
Baca : Tarif Taksi Online Akan Menyamai Taksi Konvensional
Menurut Ridzki, mereka sudah menandatangani deklarasi bersama tersebut dan ternyata baik pihak GO-Jek maupun Uber memiliki perhatian yang sama terhadap masalah ini. Utamanya tentang tiga poin yang juga ditolak oleh Grab, yaitu soal tarif batas atas dan bawah, pembatasan kuota pengemudi dan soal pembalikan nama surat tanda nomor kendaraan (STNK).
Sementara Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Pudji Hartanto, mengatakan penentuan besaran tarif batas atas dan bawah taksi online akan diserahkan kepada pemerintah provinsi. Alasannya karena pemerintah daerah lebih mengetahui kondisi riil di lapangan dibandingkan pemerintah pusat.
GRANDY AJI | DIKO OKTARA
Video Terkait:
Begini Kronologi Kericuhan Antara Ojek Online dengan Sopir Angkot di Bogor