TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM mengawasi operasional koperasi untuk mencegah praktek pengumpulan dana masyarakat secara ilegal dengan ketat. Salah satunya dengan membentuk ribuan satuan tugas untuk mengawasi pelaksanaannya, tak hanya di tingkat provinsi tapi juga di kabupaten dan kota.
Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop dan Usaha Kecil dan Menengah,Suparno, menyatakan hingga Maret 2017 pihaknya telah 1.712 satuan pengawas koperasi. Rinciannya adalah 170 satgas di tingkat provinsi masing-masing 5 orang, dan 1.542 satgas di tingkat kabupaten/kota masing-masing 3 orang.
Kemudian secara khusus di Jawa Tengah sebanyak 110 orang. “Ke depan satgas tidak hanya berfungsi sebagai watch dog namun juga sebagai problem solver terhadap masalah pengawasan koperasi di lapangan,” kata Suparno.
Lebih jauh Suparno menjelaskan maraknya investasi ilegal dikarenakan masyarakat cenderung ingin mendapat uang dengan cepat dan mudah. “Masyarakat juga dengan mudah tergiur oleh iming-iming bunga investasi yang tinggi,” ujarnya.
Sebagai contoh, Suparno merinci sejumlah kasus penyalahgunaan izin koperasi yang menghimpun dana dari masyarakat, di antaranya dilakukan oleh PT Cakrabuana Sukses Indonesia (CSI) di Cirebon. PT CSI mendirikan koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah dengan menghimpun dana masyarakat melalui investasi emas dan tabungan disertai imbal hasil 5 persen per bulan. Selain PT CSI, KSPPS BMT CSI Madani Nusantara Kota Cirebon dan KSP Pandawa Mandiri Group di Depok juga melakukan praktek yang sama.
Menurut Suparno, celah untuk memutus mata rantai investasi ilegal itu salah satunya adalah dengan pengawasan optimal. Sebab pengawasan meningkatkan peran dan pentingnya fungsi pengawasan, sehingga didasari sebagai suatu kebutuhan dan kewajiban yang harus dilakukan. Dengan begitu, koperasi tidak menyimpang dari nilai dan jati diri, serta mematuhi ketentuan yang berlaku.
Adapun pengawasan koperasi dilakukan dengan berlandaskan pada Permenkop dan UKM Nomor 17/Per/M.KUKM/IX/2015. Tujuan pengawasan untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan koperasi oleh pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan wilayah keanggotaan koperasi. “Tujuan lainnya meningkatkan kesadaran para pengelola koperasi dalam mewujudkan kondisi koperasi berkualitas dengan peraturan yang berlaku.”
Sayangnya, dalam pengawasan masih ada masalah keterbatasan SDM. Hal itu seiring dengan mutasi pegawai dan keterbatasan regenerasi pegawai yang memahami perkoperasian. “Satgas yang dibentuk bersifat ad hoc diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut.” Sehingga, anggota satgas kata Suparno perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan yang baik mengenai pengawasan.
Sebagai langkah preventif. Suparno berujar pihaknya bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Bank Dunia. Salah satu sinergi yang dilakukan adalah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang cara berkoperasi yang benar. “Program kami adalah pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan, serta memberikan penilaian kesehatan koperasi,” katanya.
GHOIDA RAHMAH