TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom PT Mandiri Sekuritas, Leo Putera Rinaldy, mengatakan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika (The Fed) bisa memicu gejolak pasar keuangan Indonesia. Namun ia memprediksi gejolak hanya akan berlangsung sesaat dan terbatas.
Leo mengatakan pelaku pasar sudah mengantisipasi kebijakan The Fed sehingga pasar tidak terlalu bergejolak. Salah satu buktinya, Rupiah stabil di level Rp 13.339 per dolar Amerika pagi kemarin. Surat Utang Negara (SUN) dengan tenor 10 tahun pun stabil di 7,4 persen.
Baca:
Fed Rate Naik, Suku Bunga BI Diperkirakan Tetap
Suku Bunga The Fed Naik, IHSG Dibuka ke Level 5.471
"Selain sudah diantisipasi pelaku pasar, suku bunga riil Indonesia masih lebih menarik dibandingkan Amerika," kata Leo seperti dilansir keterangan tertulis, Kamis, 16 Maret 2017. Ia mengatakan yield obligasi 10 tahun Indonesia mencapai 4,2 persen sementara Amerika 0,3 persen.
Loe mengatakan suku bunga riil Indonesia masih lebih menarik walaupun The Fed kembali menaikkan suku bunganya tahun ini. Pasalnya, inflasi Amerika diprediksi turut naik 1 persen tahun ini.
Simak:
BNI Setor Dividen 35 Persen dari Total Laba Bersih
BI Pertahankan Repo Rate Tetap, Ini Alasannya
Menurut dia, neraca perdagangan Indonesia yang suplus juga menjadi faktor penekan gejolak pasar. Surplus dapat menutup arus portfolio outflow dan membatasi volatilitas Rupiah. Indonesia tercatat surplus US$ 2,8 miliar per Februari 2017. Nilainya meningkat dari US$ 1,1 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
The fed meningkatkan suku bunga overnight di kisaran 0,75 persen hingga 1 persen. Kenaikan disebabkan oleh pencapaian inflasi sesuai target dan penguatan pasar tenaga kerja Amerika.
VINDRY FLORENTIN