TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) pada awal tahun ini naik 5,4 persen dibanding Desember 2016. Dalam laporan statistik bulanan yang dirilis Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Januari lalu, jumlah LTKM menembus 4.651.
Laporan transaksi mencurigakan tersebut diperoleh dari 167 penyedia jasa keuangan (PJK). Sebagian besar LKTM tersebut disampaikan PJK bank sebanyak 53,2 persen dan sisanya 46,8 persen oleh penyedia jasa nonbank.
Kendati mengalami peningkatan, Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae memaparkan fenomena tersebut tidak selalu disangkutpautkan dengan meningkatnya jumlah pelaku kejahatan di sektor keuangan. “Tetapi lebih disebabkan meningkatnya awareness pelapor dan peningkatan aktivitas transaksi keuangan,” kata Dian kepada Bisnis, Rabu, 8 Maret 2017.
Kepatuhan para pelapor tersebut tak bisa dilepaskan dari peran mereka melakukan sejumlah terobosan, termasuk bekerja sama dengan lembaga pengatur dan pengawas. Dengan begitu, para penyedia jasa keuangan bisa terus patuh melaporkan setiap transaksi keuangan mencurigakan.
Adapun dari seluruh transaksi mencurigakan tersebut, hanya 26,1 persen di antaranya yang terkait dengan tindak pidana. Tindak pidana asal yang dominan adalah penipuan, korupsi, hingga tindak pidana bidang perpajakan.
Lebih jauh, Dian berharap peningkatan jumlah LTKM tersebut dibarengi dengan kualitas. “Sehingga bisa mendeteksi lebih dini adanya tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana lain,” ucapnya.
Terkait dengan TPPU, lembaga intelijen keuangan tersebut juga sedang berproses menjadi anggota Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Di lingkungan negara G-20, hanya Indonesia yang belum menjadi anggota FATF. Padahal Indonesia sebenarnya sudah cukup memenuhi syarat untuk masuk sebagai anggota FATF, misalnya, dari sisi PDB, jumlah penduduk, hingga standar perbankan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama mengatakan akan terus berkoordinasi dengan PPATK. Selama ini, PPATK sangat membantu dalam melacak transaksi wajib pajak. “Misalnya memberikan data-data. Sebab, data mereka kan asalnya dari perbankan, ya,” ucap Hestu.