TEMPO.CO, Klaten - Duri ikan nila yang semula hanyalah limbah dari proses pembuatan daging fillet (daging yang dipisahkan dari tulang) ternyata bisa diolah menjadi beraneka macam camilan bernilai ekonomi tinggi.
“Dua tahun lalu, duri ikan nila cuma dibuang. Sekarang justru bisa menambah penghasilan warga kami,” kata Ketua Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Ratnasari Irawati Sugiyarto, pada Rabu, 8 Maret 2017.
Bermula dari kebosanannya dengan kegiatan PKK yang konvensional, pada 2015, Ratnasari menginisiasi gerakan diversifikasi bahan pangan dari nila. “Saya bosan kalau kegiatan PKK isinya cuma rapat di gedung dan arisan,” kata istri Kepala Desa Ponggok, Junaedi Mulyono, itu.
Baca: Seks Pranikah, Dampaknya bagi Anda dan Pasangan
Sejak itu, Ratnasari meminta pertemuan bulanan PKK dilaksanakan bergilir di tiap RW. Ada lima RW di Desa Ponggok. Alumnus Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu juga mewajibkan anggota PKK menciptakan kreasi makanan berbahan dasar nila. Nila dipilih karena Ponggok adalah salah satu sentra nila di Jawa Tengah.
Walhasil, muncullah sejumlah variasi camilan serba nila seperti nugget, otak-otak, pangsit, prastel, abon, kerupuk kulit, eggroll, kecipir, rengginan, dan stik duri ikan. Dari sepuluh jenis camilan itu, hanya nugget nila yang bahan bakunya dari daging. Adapun sembilan camilan lainnya dari hasil olahan duri ikan nila.
“Duri ikan nila itu tidak semata-mata duri saja. Tapi masih banyak sisa dagingnya,” kata Emi Retriningsih, Ketua Kelompok Nila Murni I dari RW 1. Cara mengolah duri ikan nila cukup mudah. Setelah melalui proses fillet, duri ikan langsung dipresto dan diblender. Setelah menyerupai bubur, duri ikan dicampur tepung dan bumbu.
Baca: DPRD Persoalkan MRT, Ahok: Mau Bangun Jakarta atau Ngerjain Gua?
Agar cita rasa nila tetap terjaga, komposisi adonannya 25 persen duri ikan dan 75 persen tepung. “Memang kelihatannya mudah. Tapi resep pengolahan duri ikan menjadi bermacam camilan ini butuh proses dua tahun,” kata Ratnasari.
Sepuluh jenis camilan nila itu bisa dijumpai di toko dan pusat oleh-oleh di Desa Ponggok. Harganya bervariasi tergantung jenis dan beratnya, mulai Rp 3.000 sampai Rp 17.500 per bungkus. Adapun harga per kilogramnya berkisar Rp 60.000 - Rp 70.000.
Untuk mendongkrak penjualan produk camilan nila, sejak September 2016, PKK Desa Ponggok bekerja sama dengan BUMDes Tirta Mandiri yang mengelola obyek wisata Umbul Ponggok. “Dengan membayar tiket Rp 15.000, pengunjung Umbul Ponggok akan mendapat satu kemasan camilan,” kata Ratnasari.
Sejak bekerja sama dengan BUMDes Tirta Mandiri, PKK Desa Ponggok yang terdiri dari lima kelompok bisa mengolah sekitar 25 kilogram ikan nila per hari. “Omzet kami berkisar Rp 100 - 125 juta per bulan. Sebagian keuntungannya untuk membayar gaji para anggota PKK,” kata Ratnasari.
Baca: Guyonan Turis Arab Saudi Hebohkan Bandara Ngurah Rai
Ratnasari menambahkan, saat ini PKK Desa Ponggok tengah mengurus izin Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (SP-PIRT) serta label halal. “Kalau sudah beres, kami akan mulai ekspansi ke luar desa dan menjual via online,” kata Ratnasari.
Dengan bekerja sebagai pengolah stik duri ikan, anggota Kelompok PKK RW 1 Desa Ponggok, Tri Wahyuni mengaku mendapat gaji Rp 30.000 per hari. “Kalau mentah, harga ikan nila cuma Rp 27.000 per kilogram. Setelah diolah dengan tambahan tepung, bisa jadi camilan empat kilogram seharga Rp 240.000,” kata Tri.
DINDA LEO LISTY