TEMPO.CO, Jakarta - Realisasi penanaman modal asing di sektor tersier yang melambat sepanjang tahun lalu dibandingkan dengan 2015 diprediksi tak akan mengganggu iklim investasi properti tahun ini.
Data Badan Koordinasi Penanaman Modal menunjukkan penanaman modal asing (PMA) selama tahun lalu ternyata melambat dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya yang selalu memperlihatkan tren peningkatan.
Direktur PT Ciputra Development Tbk. (CTRA) Harun Hajadi mengatakan, perlambatan yang terjadi dalam grafi k pertumbuhan PMA tak serta merta membuat iklim investasi properti nasional menunjukkan kecenderungan serupa.
Saat ini, tuturnya, faktor pendorong pertumbuhan properti tetap signifi kan, di antaranya dengan mengacu kepada penurunan suku bunga dan peningkatan rasio loan to value. Menurutnya, penurunan PMA di sektor properti lebih dikarenakan ketidakpastian dalam proses akuisisi lahan yang menjadi sumber utama pengembang melebarkan bisnisnya. Rumitnya kondisi itu menjadi kesulitan tersendiri yang mengakibatkan ketidaktertarikan bagi investor asing.
“Bahan baku tanah memang lebih complicated dibandingkan dengan industri lainnya. Kalau dibandingkan dengan industri mobil atau lainnya, ketersediaan bahan bakunya lebih mudah dicari. Kalau tanah kita ingin membebaskan 1.000 , tapi dapatnya 500. ketidakpastian input bahan baku,” ujar Harun kepada Bisnis, Minggu, 5 Maret 2017.
Investor asing, lanjutnya, lebih menyukai jenis investasi dengan kesiapan lahan yang telah matang sehingga investor dengan modal tinggi, tetapi belum berpengalaman, cukup masuk menanamkan modalnya melalui kerja sama dengan pengembang lokal. Kondisi lain yang turut memengaruhi adalah kemudahan dalam menjalankan bisnis di Indonesia. Menurut Harun, saat ini pasar properti Indonesia masih bergantung pada pasar dalam negeri.
Hal itu terlihat dari penggarapan proyek yang mayoritas melibatkan kontraktor lokal dengan pasar dan pengembang lokal. Sementara itu, Direktur Pengelolaan Modal dan Investasi PT Intiland Development Tbk. (DILD) Archied Noto Pradono mengemukakan, penurunan PMA lebih sebagai dampak pasar nasional dan global. Bahkan, investasi untuk proyek lokal milik DILD juga mengalami penurunan. “Ada dua proyek yang kami tunda,” ungkapnya.
Akan tetapi, tuturnya, sebagai pengembang yang berinvestasi dalam jangka waktu panjang, kondisi itu tetap harus disikapi positif. Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghada menilai, kondisi penurunan investasi merupakan siklus alamiah yang selalu bergerak secara fl uktuatif dalam bisnis properti.
“Alamiah memang, suku bunga rendah, investasi asing masuk. penjualan properti naik, infl asi naik. Kemudian suku bunga naik lagi, kembali ke penurunan investasi,” tuturnya.
Dia melihat, tahun ini dengan sejumlah indikator seperti kebijakan positif pemerintah di bidang pariwisata dalam menarik wisatawan asing akan membuat PMA kembali bergeliat. Dampaknya, sektor perhotelan di kawasan ekonomi khusus akan paling banyak memetik buah manis hingga 3 tahun mendatang.
Sementara itu, meski revisi regulasi terkait dengan kepemilikan properti oleh warga negara asing hingga kini belum ada titik terang, pengembang mengaku siap menggarap pasar yang selama ini dianggap terlupakan. Presiden Direktur PT Grahabuana Cikarang Suteja Sidarta Darmono menuturkan, perusahaan tengah merencanakan peluncuran produk terbaru dengan pasar terbatas tersebut pada tahun ini.
Perusahaan melihat peluang besarnya masyarakat asing yang mulai memilih Cikarang sebagai tempat tinggal. Rencananya, perusahaan akan membangun sebuah hunian vertikal di dalam kawasan Jababeka Residence yang kini kian mematangkan diri menjadi lahan bernilai tinggi.
“Proyek apartemen khusus asing ini akan menjadi proyek percontohan untuk nantinya dapat dikopi oleh 100 kawasan skala kota yang Jababeka kembangkan,” katanya kepada Bisnis melalui sambungan telepon, belum lama ini.
Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto menuturkan, saat ini memang waktu yang tepat bagi pengembang mulai melakukan inovasi menggaet ceruk pasar baru. Apalagi untuk warga asing, saat ini peluangnya semakin terbuka.
Akan tetapi, ada dua hal yang harus tetap diperhatikan dalam menghadirkan produk khusus asing tersebut. Pertama, pasar akan sangat terbatas sebab jika diberikan pada pasar Indonesia pun masyarakat masih susah menerima kepemilikan dengan status hak pakai karena terbiasa dengan hak guna bangunan.
Kedua, pengembang juga harus memperhatikan kawasan-kawasan favorit warga asing yang saat ini mayoritas lebih memilih tinggal di Jakarta Selatan seperti Senayan, Kebayoran, dan Kemang. “Mereka masih banyak merasa bahwa kehidupan setelah kantor adalah kawasan Selatan yang nyaman. Mungkin di Cikarang dan Tangerang sudah mulai banyak, tetapi masih tidak sebesar di Selatan,” kata Ferry.