TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Bank Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank diterapkan secara penuh tahun ini.
Sebenarnya ketentuan itu berlaku per 1 Januari 2015. Namun baru pada 2017 transaksi lindung nilai atau hedging dengan perbankan dalam negeri diwajibkan.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi Moneter BI Dody Budi Waluyo menyatakan, dengan ketentuan baru tersebut, rasio lindung nilai bagi korporasi yang memiliki utang luar negeri dalam valuta asing atau valas diterapkan sebesar 25 persen, baik untuk kewajiban valas dengan jangka waktu 0-3 bulan maupun 3-6 bulan.
Baca: Agus Marto: Pasar Sudah Antisipasi Rencana Kenaikan Fed Rate
"Untuk rasio likuiditas, perbandingan antara aset valas dan kewajiban valas sampai dengan tiga bulan ke depan minimal 70 persen," ucap Dody dalam konferensi pers di BI, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Maret 2017.
Selain itu, dalam peraturan yang baru tersebut, korporasi nonbank harus memiliki peringkat utang atau credit rating minimum BB- agar dapat melakukan transaksi lindung nilai. "Rating itu bisa diberikan lembaga pemeringkat domestik ataupun lembaga pemeringkat luar negeri. Debitur bisa memilih rating company yang digunakan," ujar Dody.
Dalam ketentuan BI itu, transaksi lindung nilai juga harus dilakukan dengan perbankan dalam negeri. Dody menuturkan peraturan itu dimaksudkan untuk membantu perbankan domestik semakin berkembang dalam transaksi lindung nilai. Apabila korporasi tak memenuhi ketentuan itu, akan diberlakukan sanksi administratif secara penuh.
Baca: Rating Investasi Indonesia Naik dari Stabil Jadi Positif
Dody mengatakan perusahaan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut akan diberi teguran tertulis. BI juga akan menyampaikan informasi mengenai pengenaan sanksi administratif itu kepada pihak-pihak terkait, seperti kreditur, Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan, dan Bursa Efek Indonesia.
ANGELINA ANJAR SAWITRI