TEMPO.CO, Jakarta - Harga crude palm oil (CPO) meningkat seiring dengan proyeksi berkurangnya stok dan produksi di Malaysia pada Februari 2017.
Pada perdagangan Bursa Malaysia, Senin (6 Maret 2017) pukul 17:00 WIB, harga CPO kontrak Mei 2017 naik 29 poin atau 1,01% menuju 2.892 ringgit (US$649,08) per ton. Ini menunjukkan harga mengalami reli 5 sesi berturut-turut, tetapi merosot 3,89% sepanjang bulan kedua 2017.
Tren ini berlanjut dari Januari 2017 dimana harga merosot 1,01%. Padahal tahun lalu, harga CPO bertumbuh 25% year on year/ yoy.
Marcello Cultrera, trader Oriental Pacific Futures Sdn. di Kuala Lumpur, mengatakan harga CPO mengalami reli hebat pada tahun lalu akibat El Nino yang memangkas produksi di Indonesia dan Malaysia. Efek lanjutan dari hambatan cuaca masih akan terasa pada awal 2017.
"Di Malaysia, produksi telah menurun setiap bulan sejak Oktober 2016. Namun, efek akibat El Nino diperkirakan memudar dalam beberapa bulan ke depan, sehingga tingkat pasokan kembali rebound," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (6/3/2017).
Survei Bloomberg yang melibatkan 8 analis dari kalangan penguasaha, trader, dan analis memperkirakan stok CPO di Malaysia pada periode Februari 2017 turun 3,9% secara bulanan (month on month/ mom) menjadi 1,48 juta ton dari 1,54 juta ton di bulan sebelumnya.
Pada bulan kedua 2017, produksi CPO juga diprediksi turun 4,7% mom menuju 1,22 juta ton dari sebelumnya 1,27 juta ton. Pelemahan produksi ini merupakan pemerosotan dalam lima bulan berturut-turut dan menunjukkan level terendah sejak Maret 2016.
Namun, di tengah sentimen positif terhadap harga akibat proyeksi pengurangan suplai, sentimen negatif datang dari sisi permintaan. Volume ekspor diprediksi merosot 12% mom menuju 1,13 juta ton, atau level terendah sejak Februari 2016.
Malaysian Palm Oil Board (MPOB) akan merilis data resmi kinerja pasar CPO Malaysia pada Jumat (10/3). Menurut Dultrera, masih ketatnya persediaan dalam waktu dekat memberikan sentimen positif terhadap harga.
Produksi tandan buah segar (TBS) diperkirakan meneruskan tren pelemahan pada kuartal I/2017. Setelah cuaca kering akibat El Nino, kini wilayah produsen utama mengalami curah hujan yang lebat.
"Perkiraan baru pada akhir Maret atau April produksi mengalami pemulihan. Sehingga pada paruh kedua 2017 suplai kembali normal," tuturnya.
Paramalingam Supramaniam, direktur perusahaan broker Pelindung Bestari Sdn., berpendapat tingkat produksi Februari 2017 menjadi puncak terendah pasokan. Ke depannya, volume suplai mulai pulih sehingga harga mengalami kontraksi.
Harga diperkirakan akan diperdagangkan antara 2.600-2.700 ringgit per ton pada sisa kuartal I/2017. Setelah itu, tren harga cenderung menurun.
Oleh karena itu, faktor permintaan menjadi penentu penguatan harga dalam jangka panjang. Supramaniam menambahkan, tingginya hasil panen hanya bisa diimbangi dengan lonjakan konsumsi saat Ramadhan.
Sunny Verghese, Chief Executive Officer of Olam International Ltd., mengatakan harga CPO bakal mengalami tren melemah mulai akhir kuartal II/2017. Faktor utama yang memengaruhinya ialah pulihnya produksi di Indonesia dan Malaysia. Pada tahun ayam api, pasokan dari kedua negara itu mencapai 54,8 juta ton, naik 5,9 juta ton dari 2016.
Data MPOB menunjukkan persediaan CPO pada 2016 turun 22,98% yoy menjadi 21,32 juta ton dari 2015 sejumlah 27,68 juta ton. Tingkat produksi merosot 13,24% yoy menuju 17,32 juta ton dari sebelumnya 19,96 juta ton.
Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebutkan fenomena El Nino yang terjadi di Indonesia sejak 2015 masih membawa dampak menurunnya produksi minyak sawit.
Tahun lalu, total produksi minyak sawit turun 3% menjadi 34,5 juta ton, yang masing-masing disokong oleh CPO sejumlah 31,5 juta ton dan palm kernel oil (PKO) sebesar 3 juta ton. Pencapaian pada 2016 menurun 3% yoy atau 1 juta ton dari 2015 sejumlah 35,5 juta ton, yang ditopang oleh CPO sebesar 32,5 juta ton dan PKO sebanyak 3 juta ton.