TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, Muhammad Haniv, mengatakan Google Asia Pacific Pte Ltd telah bersepakat membayar tagihan pajaknya dalam waktu dekat. Menurut dia, penyelesaian masalah pajak Google hampir mencapai titik temu dan kedua pihak saling memahami kepentingan masing-masing.
Baca : Kasus Pajak Google, Sri Mulyani: Negosiasi Awal 2017
"Segera, pokoknya kurang dari sebulan. Selama ini ada upaya-upaya perhitungan," kata dia di kantor Kementerian Keuangan, Sabtu 4 Maret 2017.
Haniv mengklaim Google bersedia membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang ditekankan pemerintah. Tapi dia menolak merinci nilai pajak yang akan dibayarkan perusahaan yang bermarkas di Lembah Silikon, San Francisco, Amerika Serikat, itu. "Pokoknya semuanya satu paket, selesai," ucapnya.
Baca : Google Sepakat Bayar Pajak Dalam Waktu Dekat
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak menunggu Google untuk menyetorkan data pendukung yang membuktikan klaim penghasilan laba sebelum pajaknya mencapai Rp 74,5 miliar pada 2012-2015. Google mengklaim telah menyetorkan pajak Rp 18,5 miliar pada periode yang sama.
Adapun pada 2015 Google mengaku menghasilkan laba Rp 20,9 miliar dan telah menyetor pajak Rp 5,2 miliar. Dari 282 ribu transaksi, hanya 35 ribu yang berasal dari Indonesia. Angka itu jauh dibanding perkiraan aparat pajak yang menaksir tunggakan Google mencapai Rp 5 triliun untuk tahun pajak 2015.
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan jalur damai memang menjadi solusi yang paling baik bagi kedua pihak. Menurut dia, minimnya aturan soal keharusan perusahaan teknologi dan Internet membentuk badan usaha tetap (BUT) menjadi penghalang untuk menarik pajak.
Selain itu, kata Prastowo, Google berpeluang menang dalam sengketa pajak internasional lantaran belum adanya aturan terhadap pajak perusahaan over the top hingga saat ini.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara telah menerbitkan surat edaran yang mengharuskan perusahaan over the top membentuk BUT. Tapi dia tak menampik surat edaran itu tak cukup kuat memaksa lantaran tak sekuat hukum undang-undang. Selain itu, sulit untuk bertindak ekstrem karena mesin pencari dan mesin peta Google amat bermanfaat bagi masyarakat.
GHOIDA RAHMAH | PUTRI ADITYOWATI | ANDI IBNU