TEMPO.CO, Jakarta - Apabila tidak aral melintang, sebanyak tujuh anak usaha BUMN konstruksi akan go public pada tahun ini. Sejauh ini, bagaimana kesiapan para calon penghuni bursa tersebut?
Rencana initial public offerings (IPO) anak usaha BUMN sektor konstruksi sebenarnya bukan hal baru. Wacana itu sudah pernah diungkapkan beberapa tahun belakangan, tetapi belum semuanya dapat direalisasikan.
Nama tujuh calon emiten itu berasal dari serangkaian wawancara yang dilakukan oleh Bisnis sepanjang 2016.
Dari jumlah tersebut, tiga perusahaan dimiliki oleh PT PP (Persero) Tbk., dua perusahaan dimiliki PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., dan satu perusahaan dimiliki oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Terdapat satu perusahaan yang tidak dimasukkan ke dalam daftar yaitu PT HK Realtindo, anak usaha PT Hutama Karya (Persero), karena manajemen menyatakan masih menanti kepastian dari Kementerian BUMN.
Berdasarkan laporan keuangan konsolidasi masing-masing induk usaha untuk periode kinerja 2016, aset milik enam perusahaan meningkat sebesar lebih dari 30% secara tahunan. Secara keseluruhan, aset anak-anak usaha BUMN yang akan IPO mencapai Rp12,09 triliun.
Aset terbesar dimiliki oleh perusahaan properti PT Wijaya Karya Realty, anak usaha PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., sebesar Rp4,74 triliun pada 2016, atau meningkat 64% dibandingkan dengan Rp2,87 triliun pada tahun sebelumnya.
Aset terkecil dengan nilai Rp867 miliar dimiliki oleh PT PP Energi, suatu perusahaan hasil pemisahan usaha divisi energi PT PP (Persero) Tbk. menjadi entitas usaha terpisah pada paruh kedua tahun lalu.
Peningkatan aset paling tinggi dicatatkan oleh PT PP Peralatan menjadi Rp1,11 triliun pada 2016, atau meningkat 193% dibandingkan dengan Rp378 miliar pada 2015.
Pada saat ini, belum dapat dipastikan apakah perusahaan itu akan menggunakan laporan keuangan 2016 atau tidak untuk IPO. Yang jelas, manajemen PT PP pernah melempar wacana akan melepas saham ketiga anak usaha perseroan ke publik pada tahun ini.
Kendati demikian, belum tentu berbagai rencana IPO tersebut dapat terealisasi karena sejumlah faktor, termasuk perubahan kebijakan yang dibuat oleh Kementerian BUMN selaku perwakilan pemegang saham BUMN.
Terdapat beragam tanggapan terkait rencana IPO anak usaha BUMN itu. Salah satunya adalah PT Yuanta Sekuritas Indonesia yang menyatakan bahwa kecil kemungkinan IPO tiga anak usaha PTPP dalam setahun dapat terjadi.
“Setelah rights issue, rasio utang terhadap ekuitas PT PP turun menjadi 0,5 kali dan kami berpikir, daripada meningkatkan modal dengan cara IPO tiga anak usaha, manajemen akan menggunakan pasar utang untuk mendanai belanja modal dan proyek mereka,” mengutip publikasi Yuanta Sekuritas Indonesia yang dirilis belum lama ini.
Secara lebih rinci, mari kita bahas rencana IPO anak usaha BUMN tersebut satu per satu:
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.
PT Wijaya Karya Realty sebenarnya disebut-sebut akan melakukan IPO pada 2016. Namun, manajemen Wijaya Karya menunda rencana anak usaha paling besar itu dengan alasan ingin membesarkan ukuran perusahaan itu terlebih dulu.
Pada tahun lalu, ekuitas Wijaya Karya Realty mencapai Rp1,54 triliun, atau meningkat 67% dibandingkan dengan Rp924 miliar pada 2015. Induk usaha sempat menambah modal anak usaha itu pada tahun lalu.
Wika Realty adalah perusahaan properti yang menggunakan merek Tamansari untuk menggarap sejumlah proyek seperti rumah tapak di Bandung, Balikpapan, Samarinda, Manado, Semarang, Surabaya, Medan, Kendari, Bali, dan Tangerang, serta bangunan vertikal (apartemen dan kondotel) di Jakarta, Bandung, Manado, dan Surabaya.
Perusahaan tersebut juga memiliki aset real estat berupa tanah yang belum dikembangkan seluas 1,5 juta m2 senilai Rp258 miliar serta aset berupa persediaan (bangunan yang sedang dikonstruksi, tanah matang, dan tanah sedang dikembangkan) senilai Rp1,2 triliun per 30 Desember 2016.
Sementara itu, PT Wika Gedung merupakan perusahaan yang secara khusus menggarap proyek-proyek swasta atau di luar proyek pemerintah dan BUMN yang dikerjakan oleh Departemen Bangunan Gedung milik induk usaha.
Direktur Utama Wijaya Karya Bintang Perbowo memperkirakan target dana hasil IPO Wijaya Karya Gedung mencapai Rp3,5 triliun dan Wijaya Karya Realty sekitar Rp4,5 triliun-Rp5 triliun.
“Prospek anak usaha kami menarik di masa depan,” katanya beberapa waktu lalu.
PT PP (Persero) Tbk.
Kegiatan usaha PT PP Peralatan antara lain penyewaan peralatan konstruksi dan pemborongan bekisting proyek gedung. PP Peralatan memiliki sejumlah peralatan untuk disewakan, antara lain tower crane, passenger hoist, earth moving equipment, dan perancah bekisting.
Dalam laporan tahunan PTPP disebutkan bahwa PP Peralatan akan masuk ke bisnis pemborongan pekerjaan sipil dan bored pile seiring perkembangan pasar konstruksi nasional yang semakin pesat.
Direktur Keuangan PTPP Agus Purbianto mengatakan PP Peralatan sekarang sedang dalam proses akuisisi tiga perusahaan yang bergerak di bidang earth moving, erector and balance of plant, serta foundation.
“Pendanaan untuk akuisisi akan disuntik dari induk usaha,” katanya ketika dihubungi Bisnis beberapa waktu lalu.
Sementara itu, anak usaha PTPP lainnya yang akan IPO, PT PP Pracetak, berencana memiliki pabrik ketiga di Lampung dengan kapasitas produksi 200.000 ton per tahun. Sebelumnya, perusahaan telah memiliki pabrik di Cilegon dan Sadang.
PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Terakhir, anak usaha BUMN yang berencana melakukan IPO adalah PT Adhi Persada Gedung. Sebelumnya, Adhi Karya berencana melakukan IPO anak usahanya yang lain yakni PT Adhi Persada Properti. Namun, dengan berbagai pertimbangan, Adhi Persada Gedung akan IPO terlebih dulu pada 2017.
Per 30 Desember 2016, aset Adhi Persada Gedung sebesar Rp1,79 triliun, atau lebih kecil dibandingkan dengan aset Adhi Persada Properti sebesar Rp3,76 triliun.
Kontribusi Adhi Persada Gedung terhadap laba bersih induk usaha pada 2016 juga lebih kecil dibandingkan dengan Adhi Persada Properti.