TEMPO.CO, Jakarta -Pemerintah melalui Kementerian Keuangan secara resmi membuka masa penawaran Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara Ritel seri SR-009 hari ini, Senin, 27 Februari 2017 hingga 17 Maret mendatang.
Sukuk ritel terbaru tersebut memberikan tingkat imbalan atau kupon sebesar 6,9 persen dengan tenor tiga tahun. Imbalan tersebut akan disetorkan pada tanggal 10 setiap bulannya hingga jatuh tempo pada 10 Maret 2020.
Seperti dikutip dari keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, semua warga negara Indonesia (WNI) dapat berinvestasi pada sukuk tersebut. Untuk menjadi investor sukuk, masyarakat dapat melakukan pemesanan minimum sebesar Rp 5 juta dan maksimum Rp 5 miliar di bank-bank yang ditunjuk sebagai agen penjual.
Surat utang negara syariah tersebut diterbitkan dengan akad Ijarah Asset to be Leased di mana underlying asset sukuk seri SR-009 itu adalah proyek atau kegiatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 serta barang milik negara berupa tanah maupun bangunan. Hasil lelang sukuk ini akan digunakan untuk membiayai pembangunan berbagai proyek atau kegiatan dalam APBN.
Baca:
Jokowi Bidik Investasi dari 10 Pebisnis Australia
Pemerintah Siapkan Inalum untuk Kelola Freeport
Sukuk ritel seri SR-009 dapat diperdagangkan di pasar sekunder atau tradable. Namun, sukuk tersebut boleh diperdagangkan setelah melalui satu periode imbalan, yakni setelah 10 April 2017 atau saat imbalan untuk pertama kalinya dibayarkan. Terdapat 22 agen penjual yang telah ditunjuk, seperti Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, Bank Central Asia, dan lain sebagainya.
Akhir 2016 lalu, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan, penerbitan surat berharga negara (SBN) untuk konsumen ritel, yakni obligasi ritel dan sukuk ritel hanya ditargetkan sebesar Rp 40 triliun dari target bruto pada 2017 ini. "Kombinasi keduanya Rp 40 triliun," kata Robert.
Robert beralasan, kecilnya angka penerbitan untuk konsumen ritel tersebut diambil Kementerian Keuangan dalam rangka mengurangi biaya. Menurut dia, biaya penerbitan SBN ritel memang lebih mahal. "Tapi ada tujuan tertentu juga menerbitkan SBN ritel, yakni inklusi keuangan. Hanya SBN ritel yang bisa dibeli masyarakat biasa," kata Robert kala itu.
ANGELINA ANJAR