TEMPO.CO, Jakarta - Harga karet di pedalaman Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, pada akhir Februari 2017 turun menjadi Rp 9.500 per kilogram dari sebelumnya Rp 10.500 per kilogram. "Turunnya harga karet ini sudah terjadi sejak tiga hari terakhir," kata Irwansyah, petani karet di Kelurahan Jambu, Kecamatan Teweh Baru, Senin, 27 Februari 2017.
Irwansyah mengatakan posisi harga karet yang mulai melemah cukup membuat petani kecewa setelah sempat menikmati harga jual yang cukup tinggi dalam kurun tiga bulan lalu.
Baca: Pemerintah Siapkan Inalum untuk Kelola Freeport
Kabupaten Pedalaman Sungai Barito merupakan salah satu sentra kebun karet di Provinsi Kalimantan Selatan. Di daerah ini, mayoritas petani bergerak di sektor perkebunan karet.
Posisi harga yang melemah terjadi merata di sentra kebun karet di kabupaten ini. Produksi kebun karet rakyat utamanya ditampung kalangan pedagang yang mendatangi kebun petani, atau lebih dikenal dengan sebutan tengkulak. "Ini juga bisa karena ulah tengkulak yang memang menguasai petani," kata Irwansyah.
Menurut Irwansyah, para tengkulak mengaku patokan harga beli disesuaikan dengan posisi harga jualnya di kalangan pedagang di Banjarmasin, pusat pemerintahan Kalimantan Selatan. "Masalahnya, para petani daerah ini masih bergantung kepada para tengkulak karena sampai sekarang belum ada pabrik karet. Padahal hasil produksi karet petani cukup banyak," ujarnya.
Simak: 2017, Sektor Properti dan Konstruksi Diprediksi Menguat
Luas kebun karet rakyat di kabupaten, yang juga dikenal kaya potensi sumber daya alam batu bara, itu tercatat 35.646 hektare dengan produksi karet kering mencapai 18.696 ton per tahun. Kebun karet rakyat di sana tersebar di sembilan kecamatan.
ANTARA