TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan pengelolaan tambang milik PT Freeport Indonesia, unit usaha perusahaan tambang asal Amerika Serikat, Freeport-McMoRan Inc, harus diambil alih jika perusahaan tak bersedia berubah menjadi kontaknya dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). “Saya yakin Indonesia mampu,” katanya di Warung Daun, Jakarta, Sabtu, 25 Februari 2017.
Freeport memutuskan untuk mempertahankan KK dan tidak beralih ke IUPK. Kontrak Freeport akan berakhir pada 2021. Fahmy berharap pemerintah tidak memperpanjang kontrak tersebut jika Freeport tak sepakat menjadi IUPK. "Saya berharap Presiden Joko Widodo tegas pada 2021 untuk mengambil tambang Freeport dan mengelolanya sendiri," ujarnya.
Baca: Jika Kalah di Arbitrase, Freeport Dinilai Bakal Rugi Besar
Fahmy mengatakan pengelolaan tambang tersebut bisa diserahkan kepada badan usaha milik negara (BUMN). Ia yakin Indonesia akan mampu mengelolanya. "Yang mengelola Freeport itu 95 persen kan bangsa Indonesia," katanya.
Fahmy mengatakan modal awal pengelolaan tambang bisa mengandalkan cadangan emas yang berlimpah di tambang tersebut. "Cadangan emas cukup besar juga, jadi gampang cari dananya," ujarnya.
Baca: Pengamat: Peluang Pemerintah Menang Lawan Freeport 70 Persen
Ketua Gerakan Papua Optimis, Jemmy Demianus Ijie, mengatakan Indonesia bisa mengelola sendiri tambang Freeport. "Dulu mungkin tidak, tapi sekarang sudah bisa," katanya. Ia pun yakin masyarakat Papua bisa sejahtera tanpa Freeport.
VINDRY FLORENTIN