TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek mencatat jumlah kendaraan yang terdaftar pada 2000-2010 meningkat hingga 4,6 kali lipat dengan total penglaju (commuter) menuju Jakarta sekitar 1,1 juta orang. Jumlah ini terus meningkat 1,5 kali lipat sejak 2002 silam.
Pergerakan lalu lintas harian di Jabodetabek pada akhir 2015 lalu mencapai 47,5 juta perjalanan. Ini rata-rata didominasi sepeda motor yang mencapai 75 persen, kendaraan pribadi 23 persen, dan angkutan umum 2 persen.
Kerugian akibat kemacetan lalu lintas pun diperkirakan mencapai Rp 9 triliun per tahun atau mencapai Rp 26,5 triliun per tahun jika polusi udara dan dampak lingkungan lain diperhitungkan.
Direktur Prasarana BPTJ, Risal Wasal, mengatakan kerugian ini membuat pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 103 tahun 2015 tentang Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek.
Ini dilanjutkan dengan menginisiasi pembuatan rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ).
“Permasalahan transportasi di Jabodetabek hingga saat ini yang dirasakan adalah ketidaknyamanan, keamanan, dan tingginya biaya transportasi,” kata Risal, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 22 Februari 2017.
Kondisi ini menunjukkan kontribusi angkutan umum hanya sebesar 20 persen, dan kendaraan pribadi mencapai 80 persen. Risal menjelaskan sejumlah indikator itu membuat angkutan umum ditinggalkan masyarakat, seperti kualitas pelayanan yang belum sesuai harapan hingga kepastian waktu yang masih sulit didapatkan.
BPTJ ditunjuk menjadi menjadi koordinator yang menjembatani koordinasi antar-intansi di Jabodetabek terkait penyusunan rencana program, kebutuhan anggaran, regulasi dan kebijakan serta rekomendasi pelayanan jasa transportasi yang terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Adapun secara garis besar draft RITJ mencakup integrasi perencanaan dan kebijakan seperti transportasi multi moda, integrasi jaringan prasarana dan pelayanan, integrasi moda transportasi, integrasi tarif atau tiket, integrasis sistem informasi, hingga integrasi pembiayaan dan kelembagaan.
GHOIDA RAHMAH