TEMPO.CO, Ngawi - Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, Sumardjo Gatot Irianto mengatakan penurunan harga gabah terjadi seiring dengan berlangsungnya musim hujan. Kadar air yang terkandung di dalam komoditas itu terlalu tinggi.
“Yang dibeli gabah bukan airnya,’’ kata Sumardjo ketika melakukan kunjungan kerja di Desa Gemarang, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Selasa, 21 Februari 2017.
Baca Juga: Harga Gabah Melorot, Pemerintah Janji Beli dengan Harga Bagus
Sumardjo meminta petani memaksimalkan bantuan mesin penggiling gabah dari pemerintah. Ia meminta pihak pihak terkait di pemerintahan dan swasta ikut memperhatikan pengadaan mesin pengering gabah.
“Petani harus dibantu agar harga gabah tidak terus turun. Saya minta Dinas Pertanian, Kodim dan Bulog turun bersama,’’ ujar Sumardjio.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi, Marsudi, menjelaskan harga gabah kering panen (GKP) di wilayahnya pada awal bulan ini senilai Rp 2.700 per kilogram. Nilai itu terlalu rendah bila dibandingkan dengan harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp 3.750 per kilogram.
Menurut dia, penurunan harga gabah di tingkat petani bukan karna menurunnya kualitas akibat tingginya kandungan air. Namun, juga keterlambatan Bulog menyerap gabah hasil panen yang seharusnya mulai berjalan sejak awal tahun.
Simak: Berikut Daftar Barang Palsu Tertinggi di Indonesia
“Dampaknya pedagang yang menjadi mitra Bulog juga tidak membeli gabah dari petani. Hal ini yang mengakibatkan harga jatuh,’’ ujar Marsudi.
Marsudi menjelaskan, musim panen padi di Ngawi mulai berlangsung sejak Januari lalu. Hingga kini, separuh dari total padi varietas ciherang yang ditanam di lahan dengan 49 ribu hektare telah dipanen. Sedangkan 50 persen sisanya atau 24,5 ribu hektare belum dipanen.
NOFIKA DIAN NUGROHO