TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan, impor gas yang dilakukan oleh pemerintah tidak serta merta menjadikan harga gas dalam negeri menjadi murah.
Baca : Permudah Investasi, Thomas Lembong Siapkan Tiga Strategi
Meski harga spot Liquid Natural Gas (LNG) di beberapa negara saat ini murah, masih ada beberapa tahapan yang dilalui yang akhirnya membuat harga gas tetap tinggi di dalam negeri. Karena itu, menurut Kepala Divisi Komersialisasi Gas SKK Migas Sampe L. Purba, pengadaan impor gas perlu dikaji apakah benar-benar menjadi solusi.
Baca : Pengembangan Maritim, Wali Kota Risma Gandeng Korea Selatan
"Jadi tidak serta merta impor LNG (gas alam cair) akan membuat harga turun di level end user karena dua hal, pertama karena secara keseluruhan harga LNG itu bersaing di seluruh dunia. Kedua, LNG yang diimpor itu agar sampai ke end user itu ada tahapan, ada shiping (pengapalan), regasifikasi, transmisi dan distribusi," ucap Sampe L. Purba di Gedung City Plaza, Jakarta, Kamis 16 Februari 2017.
Selain itu menurut dia adanya buaya angkut yang dibutuhkan membuat pemerintah perlu juga untuk mempertimbangkan biaya pengangkutan harga gas untuk industri. Adapun target US$ 6 dolar per MMBTU itu masih dapat direalisasikan dengan berbagai strategi. "Saya katakan, harga itu bisa diindeks, Supaya gas turun US$ 6 dolar, itu landed pricenya diperhitungkan," ucapnya.
Selain itu, menurut dia penyebab tingginya harga gas masih dipengaruhi juga oleh faktor supply chain alias rantai pasok dari hulu ke hilir. Sebagai contoh di Sumatera Utara, yang sempat mencapai US$ 12 dolar per MMBTU. "Makanya kata saya tidak serta merta (menurunkan harga)," ujar dia.
DESTRIANITA