TEMPO.CO, Jakarta - PT Semen Indonesia membantah isu pembakaran mushola dan tenda perjuangan masyarakat yang menolak pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah, Sabtu dini hari.
Kepala Biro Komunikasi PT Semen Indonesia, Sigit Wahono mengatakan yang terjadi adalah pembongkaran tenda secara sukarela berdasarkan kesepakatan warga desa untuk menjaga kondisi dan menghindari adanya perovokator dari luar daerah. “Warga membongkar kedua tenda baik tenda pro dan kontra secara sukarela,” ucap Sigit, ketika dihubungi Tempo, Minggu 12 Februari 2017.
Baca Juga: Warga Penolak Pabrik Semen Siap Hadapi Proses Hukum
Wahono juga menepis isu mengenai pembakaran mushola juga tidak ada. Tapi kayu dan bangunan yang dibongkar itu dibakar. Adapun isi bangunan seperti Al-Quran, sajadah, mukena, dan sarung telah diamankan sebelumnya, dan saat ini berada di Polres Rembang.
Pada Sabtu dini hari lalu, Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Joko Prianto melalui keterangan tertulisnya mengatakan bahwa tenda perjuangan masyarakat yang menolak pembangunan pabrik semen dibakar puluhan orang tak dikenal. "Tenda perjuangan kami dibakar, ludes dilalap api," katanya.
Prianto menjelaskan kronologi pembakaran tenda perjuangan masyarakat Kendeng itu sebagai berikut, pasca aksi bertajuk "Tegakkan Hukum, Tutup Pabrik PT Semen Indonesia", pada Jumat 10 Februari 2017, sekitar pukul 19.50, sekitar 50 orang yang diduga merupakan pekerja semen datang di lokasi tenda perjuangan yang berada di dekat pintu masuk menuju pabrik semen PT Semen Indonesia.
"Tiba-tiba mereka berteriak memaksa warga yang sedang berada di dalam tenda untuk keluar dan meninggalkan tenda, mengancam akan merobohkan tenda dan membakar tenda perjuangan dengan alasan mengganggu pekerjaan mereka di PT Semen Indonesia. Ibu-ibu yang di dalam tenda ketakutan dan keluar tenda," ujar Prianto.
Simak: Rabu, 15 Februari, Satelit PT Telkom Tercanggih Diluncurkan
Selanjutnya, kata dia, para pekerja PT Semen Indonesia membongkar portal yang telah didirikan warga serta membongkar dan merobohkan dapur juga tenda perjuangan tolak pabrik semen.
Setelah itu, katanya, pada pukul 19.55, para pekerja bersama-sama berupaya merusak mushola yang dibangun warga pada 15 Februari 2016 lalu, yang di dalamnya berisi alat salat dan kitab suci Al Quran. "Tenda perjuangan dan mushola serta peralatan ibadah yang berada di dalamnya dibakar. Dalam hitungan menit, pukul 20.11, tenda dan mushola ludes dilalap api," kata Prianto.
Petani penolak operasional pabrik semen di kecamatan Gunem Kabupaten Rembang melaporkan kekerasan perusakan tenda dan mushola atau tempat ibadah ke kepolisian. “Petani melaporkan ke Polda Jateng, kami mendampingi,” kata Ivan Wagner, pendamping petani dari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Minggu 12 Februari 2017.
Ivan menyebutkan terdapat tujuh saksi mata perusakan itu dan beberapa petani dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng penolak pembangunan pabrik semen. Sedangkan pelapor mencapai 11 petani dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng yang menolak pembangunan pabrik semen.
Aksi penutupan pabrik semen itu i terkait kekecewaan warga terdampak yang menilai pabrik semen tak taat hukum. Sebelum menggelar aksi, petani juga melaporkan aktivitas pabrik ke kepolisan dengan tuduhan aktivitas illegal. Petani mengacu putusan MA yang memenangkan sidang gugatan petani dan mencabut izin operasional pabrik semen. “Saat ini petani memprotes jutru dihadapi dengan kekerasan,” kata Ivan.
Baca: Pemerintah Dorong Pengembangan Pelabuhan Gili Mas
Ngatiban, petani penolak pabrik semen yang juga warga Desa Tegaldowo, kecamatan Gunem Kabupaten Rembang menyebutkan, aksi perusakan dan pembakaran musala terjadi setalah sekitar ratusan petani yang terdampak pembangunan pabrik semen menggelar aksi menutup akses jalan ke lokasi pabrik, pada Jum’at siang 10 februari 2017.
“Namun pada malam hari, sekitar pukul 20.00 puluhan orang mendatangi delapan warga yang berada di Tenda Perjuangan Tolak Semen dan merusak portal simbol penyegelan pabrik semen,” kata Ngatiban.
GHOIDA RAHMAH | ANTARA|EDI FAISOL (SEMARANG)