TEMPO.CO, Jakarta - Harga karet diperkirakan mengalami penguatan dalam beberapa bulan ke depan seiring dengan musim produksi yang rendah di Thailand pada Februari-Mei 2017.
Pada penutupan perdagangan Rabu, 8 Februari 2017, harga karet di Tokyo Commodity Exchange meningkat 0,91 persen atau 3 poin menuju 332 yen (US$ 2,98) per kilogram. Angka ini menunjukkan level tertinggi sejak 2 Februari 2017.
Sepanjang 2017, harga sudah bertumbuh 27,06 persen. Tahun lalu, harga karet meningkat 77,87 persen.
Kazuhiko Saito, analis perusahaan broker Fujitomi di Tokyo, mengatakan tingkat pasokan Thailand sebagai produsen karet terbesar di dunia masih menjadi sorotan pasar. Setelah mengalami banjir besar yang turut melejitkan harga karet, Negeri Gajah Putih diperkirakan mengalami musim produksi rendah pada Februari sampai dengan Mei 2017.
"Ketersediaan pasokan Thailand tetap menjadi perhatian menjelang berakhirnya musim dingin," tuturnya seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu, 8 Februari 2017.
Secara historis, dalam musim produksi yang rendah, pohon-pohon karet akan merontokkan daun. Jumlah hasil penyadapan getah pun berkurang.
Asia Plus Securities, dalam risetnya akhir Januari 2017, menyebutkan, harga karet dunia melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun terakhir akhir-akhir ini akibat berkurangnya pasokan dari Thailand karena banir. Bencana tersebut menekan potensi suplai hingga 300 ribu ton atau sekitar 7 persen dari total produksi Thailand.
Hujan lebat, terutama di wilayah selatan, membuat petani tidak mampu menyadap pohon dan merusak perkebunan. Berkurangnya pasokan 7 persen dari proyeksi total produksi 2017 diperkirakan setara dengan kerugian 20 miliar baht (US$ 570 juta).
Setelah hujan berhenti, petani belum bisa memaksimalkan produksi karet. Pasalnya, pohon akan merontokkan daun sekitar April-Juni 2017, sehingga tingkat penyadapan getah berkurang.