TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil telah mempresentasikan usulannya mengenai pengenaan pajak bagi tanah yang menganggur. Saat ini, Kementerian Keuangan dan Kementerian ATR tengah melihat peraturan terkait dengan pajak tanah idle itu.
"Kerja sama antara Direktorat Jenderal Pajak dan Kementerian ATR sudah ada sejak 2016 untuk saling mensinkronkan data dari pertanahan ataupun perpajakan. Untuk proposal yang disampaikan Pak Sofyan, kami pelajari dan kami lihat dari peraturan yang ada," kata Sri Mulyani di Gedung Permata Kuningan, Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017.
Menurut Sri Mulyani, pajak tanah idle berhubungan dengan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang merupakan kewenangan daerah dan berhubungan dengan peraturan perundang-undangan lain sehingga butuh perubahan. "Tanah untuk perdesaan dan kota akan berbeda sekali dengan tanah untuk perkebunan, pertambangan, dan pertanian," ujarnya.
Baca: Tim Reformasi Pajak, Sri Mulyani Ajak Pengusaha Hingga KPK
Namun, Sri Mulyani menegaskan pemerintah ingin menggunakan pajak dan tanah sebagai instrumen untuk kegiatan ekonomi yang berkeadilan. Mengenai potensi penerimaan dari pajak tanah idle itu, dia mengatakan belum dihitung. "Kami belum melakukan inventarisasi dari data ataupun rate dan peraturan perundang-undangan," katanya.
Sebelumnya, Menteri ATR Sofyan Djalil mengatakan pemerintah masih merumuskan pengenaan pajak bagi tanah yang menganggur. Dia menegaskan tujuan pengenaan pajak progresif tanah idle tersebut adalah menghilangkan spekulasi terhadap tanah yang tidak produktif sehingga harganya tetap terkontrol.
Baca: Reformasi Pajak, Sri Mulyani Gandeng Lembaga Internasional
"Kalau kamu punya uang, Rp 1 miliar misalnya, kalau taruh di bank, bisa digunakan untuk pinjaman bagi orang lain. Uang kamu bermanfaat. Kalau uang untuk beli tanah, tanah itu tidak bermanfaat apa-apa," kata Sofyan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 30 Januari 2017.
Rencananya, menurut Sofyan, pajak tersebut akan dikenakan terhadap keuntungan yang diperoleh dari penjualan tanah. "Misalnya, ada proyek Patimban. Orang beli tanah. Kan kita tahu harga tanah sekarang berapa. Misalnya, Rp 10 ribu per meter (persegi). Nanti kalau dijual, misalnya, harga Rp 100 ribu, yang Rp 90 ribu itu diprogresifkan pajaknya," ujarnya.
Menurut Sofyan, pembahasan mengenai pajak tanah idle tersebut masih dibicarakan di tingkat teknis dan belum disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Nantinya, Sofyan berujar pengenaan pajak bagi tanah yang menganggur tersebut akan dimasukkan ke usulan revisi Undang-Undang tentang Pertanahan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI