TEMPO.CO, Bandung—Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Barat Susy Susilawati mengatakan, sepanjang 2016 terdapat 216 tenaga kerja asing yang melanggar aturan imigrasi dan dideportasi dari Jawa Barat. “Terbanyak dari Korea Selatan, “ kata dia di Bandung, Kamis, 2 Februari 2017.
Namun Susy mengaku tak ingat, dari jumlah yang dideportasi tersebut, berapa pekerja yang asal Korea Selatan. Di posisi dua adalah tenaga kerja asal Jepang. “Nomor empatnya asal Cina,” kata dia.
Menurut Susy mayoritas tenaga kerja asing yang dideportasi itu masuk ke Indonesi dengan cara legal. “Aktivitasnya di sini yang ilegal. Artinya mereka berkunjung tapi di sini bekerja, atau bekerja tidak di pekerjaan a, tapi di b,” kata dia.
Baca: NU Purwakarta Imbau Nahdliyin Teladani Sikap Ma'ruf Amin
Susy mencontohkan kasus warga asing ditemukan mengantongi izin bekerja sebagai engineer, namun berpraktek sebagai dokter. “Sektornya beragam, pertama industri, kedua pedagangan, dan ketiga proyek infrastruktur,” kata Susy.
Susy menuturkan Tim Pemaantau Orang Asing (Timpora) yang dibentuk bersama penegak hukum dan wakil pemerintah daerah masih melakukan razia. Kasus terakhir, misalnya, temuan tenaga kerja asing asal Cina yang diduga melanggar izin tinggal di Bogor. “Sampai sekarang masih ditelusuri,” kata dia.
Pekerja asing yang di Bogor itu, ujar Susi, ditemukan di perkampungan tersendiri. Mereka hidup eksklusif dan tidak terpantau. "Bayangkan, mereka membawa semuanya dari Cina, termasuk tukang masaknya,” kata Susi.
Lihat: Jaringan Advokasi Tambang: Awasi TKA Ilegal di Sulteng
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Ferry Sofwan Arif menambahkan dari data penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA) dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Barat, negara asal pekerja asing terbanyak dari Korea Selatan, Jepang, dan Cina. “Dua besar itu dari Korea Selatan dan Jepang,” kata dia saat dihubungi Tempo.
Ferry mengatakan IMTA dari pemerintah provinsi diterbitkan bagi pekerja asing yang bekerja di perusahaan lintas kabupaten/kota. Sepanjang 2016, kata dia, penerbitan IMTA provinsi hanya 406 orang. Jumlah itu turun dibanding 2015 yang menembus 672 orang. Sementara IMTA dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat yang pada 2016 menembus 20 ribu orang, jumlahnya juga turun dibandingkan 2015 yang menembus 21 ribu orang.
Menurut Ferry, mulai tahun ini Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tingkat provinsi mendapat tugas mengawasi tenaga kerja, termasuk tenaga kerja asing, mengikuti Undang-Undang Pemerintah Daerah yang menggeser sejumalh kewenangan antara pusat dan daerah. “Baru tahun ini jadi garapan provinsi, kami akan fokus pada pengawasan penggunaan IMTA,” kata dia.
Simak: Banjir Meluas, 10 Desa di NTT Terendam Banjir
Ferry menuturkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat sudah meminta serikat pekerja mengawasi perusahaan tempatnya bekerja. “Kami mendorong anggota serikat pekerja agar melaporkan apabila mencurigai manajer atau supervisor di perusahaannya, yang dicurigai belum mengurus IMTA agar melaporkan ke Dinas Tenaga Kerja agar kami bisa masuk ke sana,” kata dia.
AHMAD FIKRI