TEMPO.CO, Jakarta - President and General Manager Total E&P Indonesia Arividya Noviyanto mengatakan pihaknya akan mengebor enam sumur baru di Blok Mahakam, Kalimantan Timur, Maret mendatang. Menurut dia, proyek ini menjadi bagian dari transisi pengelolaan Blok Mahakam ke PT Pertamina (Persero). “Setelah itu, Pertamina akan membangun 19 sumur baru,” ucapnya di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Rabu, 1 Februari 2017.
Saat bertemu dengan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan, Noviyanto menuturkan sudah membicarakan ihwal proses transisi dengan Pertamina. Menurut dia, proses yang sudah mulai dikerjakan adalah pengeboran atau drilling. Tapi Noviyanto mengelak saat ditanyai mengenai respons atas ajakan Pertamina untuk tetap ikut mengelola Blok Mahakam dengan pembagian saham 30 persen bersama Inpex Corporation Ltd. “Seusai transisi, baru dibicarakan.”
Hingga saat ini, Total masih menjadi operator Blok Mahakam dengan jatah 50 persen hak partisipasi. Sisa saham dikuasai Inpex. Total akan mengakhiri kontraknya pada 31 Desember 2017, digantikan PT Pertamina Hulu Mahakam. Perusahaan ini ditunjuk sebagai operator baru Blok Mahakam oleh pemerintah mulai 1 Januari 2018. Untuk memuluskan transisi, Total membentuk Transition Mahakam Operatorship (TMO).
Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto berujar, pihaknya akan mengucurkan dana US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 19,5 triliun tahun depan untuk mengembangkan Blok Mahakam. Meski kontrak Total baru habis pada 31 Desember 2017, dia menghendaki investasi dimulai lebih cepat. “Kami harus segera melakukan investasi awal agar tidak terjadi penurunan produksi besar-besaran pada 2018,” ucap Dwi beberapa waktu lalu.
Menurut Dwi, dana itu akan digunakan untuk mengebor 19 sumur baru mulai triwulan kedua 2017. Dia mengatakan investasi harus segera disiapkan mengingat Blok Mahakam adalah ladang minyak dan gas yang tergolong mature dengan tren produksi yang sudah menurun. Tanpa pengeboran sumur baru, Dwi khawatir penurunan produksi semakin cepat. “Kalau kami melakukan sesuatu, itu bisa memperlambat penurunan produksi,” ujarnya.
DIKO OKTARA