TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono mengatakan ekspor minyak sawit (CPO dan turunannya) mengalami penurunan sebesar 5 persen. "Ekspor minyak sawit pada 2016 turun 5 persen dari 26,4 juta ton tahun 2015 menjadi 25,1 juta ton," ucapnya di kantor pusat GAPKI di Jakarta Pusat, Selasa, 31 Januari 2017.
Menurut Joko, penurunan ekspor minyak sawit lantaran permintaan pasar global yang melemah hampir di semua negara tujuan ekspor. Selain itu, penggunaan CPO untuk program mandatori bahan bakar nabati (B-20) berjalan konsisten.
Baca: Inflasi Tahun Ini Diprediksi 4 Persen, Ini Penyebabnya
"Sumbangan industri sawit terhadap devisa turun 3 persen menjadi sebesar US$ 18,1 miliar," ujarnya.
Joko menambahkan, tahun lalu hampir semua negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mengalami penurunan, kecuali Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa. "Amerika Serikat mencatatkan peningkatan impor minyak sawit dari Indonesia yang signifikan, yaitu sebesar 43 persen atau dari 758,55 ribu ton pada 2015 menjadi 1,08 juta ton di 2016."
Peningkatan permintaan minyak sawit oleh Amerika karena adanya perubahan pola penggunaan minyak nabati sejak diterapkan larangan penggunaan trans fats (lemak trans) dalam produk makanan oleh Badan Administrasi Obat dan Makanan Amerika (FDA) sejak Juni 2015.
Baca: Produk IKEA Ternyata Buatan Indonesia
Joko mengatakan negara utama pengimpor minyak sawit asal Indonesia, yaitu India, Cina dan Pakistan, mencatatkan penurunan permintaan. Cina mencatatkan penurunan yang cukup signifikan, yaitu sebesar 19 persen dari 3,99 juta ton menjadi 3,23 juta ton. Sementara Pakistan membukukan penurunan permintaan minyak sawit di 2016 sebesar 5,5 persen dari 2,19 juta ton menjadi 2,07 juta ton. Sedangkan India turun tipis 0,3 persen dari 5,8 juta ton menjadi 5,78 juta ton.
TONGAM SINAMBELA|SETIAWAN ADIWIJAYA