TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi meminta Presiden Joko Widodo untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang disodorkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Tulus menuturkan, musuh petani tembakau itu utamanya adalah industri rokok, cuaca yang tidak menentu, para tengkulak, dan impor tembakau. “Bagaimana mungkin RUU Pertembakauan akan melindungi petani tembakau, sedangkan yang mendesain RUU tersebut adalah industri rokok,” kata Tulus dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 25 Januari 2017.
Lihat: Tanjung Priok Jadi Hub Internasional, Bakal Saingi Singapura
RUU Pertembakauan pernah diajukan pada era Ade Komaruddin menjabat Ketua DPR. Undang-undang tersebut dinilai bertentangan dengan regulasi-regulasi lain yang sudah eksis, seperti UU tentang Cukai, UU Produk Pertanian dan Perlindungan Petani, UU Kesehatan. Bahkan, menurut Tulus, UU tersebut bertentangan dengan konstitusi. “RUU Pertembakauan adalah RUU yang cacat sejak dalam kandungan.”
Baca: BKPM: Investasi Cina Naik Drastis di 2016
Penolakan RUU tersebut juga didukung oleh Indonesia Tobacco Control Network dan Komisi Nasional Pengendalian Tembakau. Menurut Tulus, setidaknya ada beberapa alasan fundamental yang menjadi dasar penolakan RUU tersebut. Menurut Tulus, secara substansi RUU Pertembakauan sudah tidak diperlukan lagi, sekalipun dengan klaim untuk melindungi petani tembakau.
Tulus menilai RUU Pertembakauan merupakan cara industri rokok untuk melanggengkan dan bahkan meningkatkan produksinya hingga minimal 500 miliar batang per tahun. Menurut dia, yang akan menjadi korban pertama adalah anak-anak yang akan menjadi tumbal perokok baru. Tulus juga menuturkan proses pemiskinan akan semakin akut karena terbukti konsumsi rokok.
Dengan disahkannya RUU tersebut, Tulus melanjutkan, maka prevalensi dari penyakit tidak menular akan semakin tinggi akibat konsumsi rokok. Padahal, kesuksesan sistem kesehatan nasional diukur dari upaya preventif dan promotif dari masyarakat, bukan upaya kuratif. RUU Pertembakauan dinilai akan menjadi lonceng kematian bagi sistem jaminan kesehatan nasional dan ambruknya finansial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Tulus beranggapan RUU akan mempermalukan Indonesia di mata internasional karena muncul ketika 90 persen negara di dunia secara serius menekan dan mengendalikan konsumsi tembakau. Namun, Indonesia justru ingin mendorong regulasi yang sebaliknya, dan disponsori industri rokok pula. “RUU Pertembakauan adalah wujud nyata intervensi industri rokok multinasional yang akan menjadikan Indonesia sebagai negeri wabah nikotin,” kata Tulus.
LARISSA HUDA