TEMPO.CO, Jakarta - Anggota satuan tugas (satgas) khusus operasi pemberantasan pungutan liar Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Tulus Abadi, menyatakan pihaknya menangani puluhan pengaduan terkait dengan praktek pungli di sektor perhubungan laut.
"Dari ratusan pengaduan yang kami terima dalam tiga bulan terakhir, 70 persennya terkait penyeberangan laut dan sungai," kata Tulus, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Minggu, 22 Januari 2017.
Baca: Pemerintah Tegaskan Tak Ada Ruang Negosiasi untuk Freeport
Ia menyebutkan, model pungli dilakukan oleh oknum tertentu mulai dari sisi pengurusan sumber daya manusia (SDM), nakhoda, sekolah pelayaran, hingga sertifikasi kapal.
Salah satu praktek pungli yang berhasil diungkap adalah pungli yang dilakukan oknum petugas Kemenhub di loket Direktorat Perhubungan Laut. Operasi tangkap tangan (OTT) tersebut dilakukan oleh aparat kepolisian.
Baca: Beda Pendekatan Ekonomi Pemerintah Obama dan Donald Trump
"Kalau ingin menjadikan angkutan laut dan sungai sebagai moda transportasi andalan maka pungli harus diberantas," ujarnya.
Menurut Tulus, yang juga menjabat sebagai Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), praktek pungli menjadi beban bagi operator kapal yang kemudian ditimpakan kepada konsumen.
Baca: Donald Trump Dilantik, RI Harus Cari Alternatif Pasar Ekspor
Konsumen, lanjut dia, harus membayar ongkos yang relatif lebih tinggi. Di satu sisi operator kapal bisa menurunkan tingkat pelayanan akibat adanya pungli itu.
"Dampak dari pungli tersebut juga bisa ke faktor keselamatan secara tidak langsung karena adanya penurunan tingkat pelayanan," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya berkomitmen memberantas praktek pungli di sektor perhubungan mulai dari hulu hingga hilir.
Dari sisi hilir, menurut Tulus, bisa dalam bentuk OTT. Sedangkan dari sisi hulu dari evaluasi regulasi yang tidak sehat atau regulasi yang bisa memicu timbulnya pungli, baik yang terjadi di pemerintah pusat maupun daerah.
"Peraturan daerah (perda) juga banyak bermasalah. Perda-perda itu lah yang harus direvisi bahkan dibatalkan jika membebani ekonomi," ujarnya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) H Khoiri Soetomo tidak membantah adanya informasi praktek pungli di sektor perhubungan laut.
"Kami melihat tidak salah juga informasi yang disampaikan. Dan kami tentu berharap ada perbaikan," katanya.
Ia berharap perbaikan yang dilakukan pemerintah betul-betul bisa permanen. Artinya tidak sekadar gebrakan sementara untuk mencari popularitas.
Dengan begitu, akan tercipta sebuah iklim usaha di industri angkutan penyeberangan yang kondusif.
"Kalau iklim usaha di industri angkutan penyeberangan sudah kondusif, berati ada jaminan kontinuitas layanan 24 jam sehari dan ada jaminan pelayanan minimun yang baik sesuai standar dan jaminan keselamatan pelayaran," ucapnya.
ANTARA