TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Tonny Budiono menerbitkan instruksi pada 3 Januari 2017 tentang Kewajiban Nakhoda dalam Penanganan Penumpang Selama Pelayaran.
Instruksi Dirjen Perhubungan Laut tersebut diterbitkan untuk meningkatkan keselamatan pelayaran serta memperkuat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan.
Menurut Tonny, instruksi tersebut bertujuan mengingatkan Unit Pelaksana Teknis Ditjen Hubla mengawasi implementasi dari aturan-aturan tersebut. "Selain itu, instruksi ini juga untuk mengingatkan kembali kepada para operator dan pengguna jasa agar menaati dan mengimplementasikan aturan-aturan tentang keselamatan pelayaran," kata Tonny dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 6 Januari 2017.
Baca: Nakhoda KM Zahro Express Tersangka, Terancam 10 Tahun Bui
Dalam instruksi tersebut dijelaskan bahwa seluruh Kepala UPT Ditjen Hubla untuk memerintahkan para pemilik perusahaan pelayaran, keagenan, dan nakhoda agar sebelum berlayar harus melaksanakan kewajibannya seperti yang tertuang dalam UU Pelayaran. Kewajiban itu, yang pertama, awak kapal wajib memeriksa kesesuaian antara jumlah penumpang dalam manifest dan jumlah penumpang di kapal yang memiliki tiket.
Selain itu, awak kapal juga harus melakukan pengenalan penggunaan baju pelampung serta menunjukkan jalur keluar darurat (emergency escape) dan tempat berkumpul (muster station) serta perintah penyelamatan diri kepada penumpang kapal. "Awak kapal juga harus menunjukkan tempat-tempat penyimpanan alat keselamatan kapal dan pengoperasiaanya," ujar Tonny.
Simak: Kapal Tenggelam Ternate, Seorang Penumpang Lansia Tewas
Keberangkatan kapal tradisional yang memuat penumpang, menurut Tonny, juga harus mewajibkan penumpangnya memakai jaket penolong (life jacket). Tonny mengatakan, instruksi tersebut khusus diberikan bagi kapal penumpang yang beroperasi di Kepulauan Seribu, Danau Toba, Lombok, Padang Bai, Tarakan, Kepulauan Riau, Palembang, Ternate, Manado, dan daerah yang menggunakan kapal penumpang tradisional.
Dalam instruksi tersebut, Tonny juga meminta kepada seluruh nakhoda untuk menjalankan kewajibannya selama pelayaran, yakni menginformasikan secara terus menerus tentang keadaan cuaca perairan sekitar selama pelayaran, perkiraan cuaca ketibaan, dan perkiraan waktu tiba serta mengarahkan kapalnya untuk berlindung pada tempat perairan yang aman pada saat kondisi cuaca buruk melanda.
Simak: Zahro Express Terbakar, Menteri Perhubungan Minta Maaf
Selain itu, nakhoda juga harus memastikan awak kapalnya melaksanakan dinas jaga dengan baik terutama melihat kondisi penumpang dan kapalnya dalam keadaan aman selama dalam pelayarannya, menggunakan dan mengaktifkan semua sarana navigasi, sarana radio komunikasi, serta perangkat pemantau cuaca yang ada di atas kapal, serta berlayar menggunakan kecepatan aman.
Dalam keadaan darurat, Tonny juga menginstruksikan agar kapal menginformasikan kepada stasiun radio pantai yang berkewajiban menyiarkan berita marabahaya kepada seluruh stasiun peneriman. “Kapal juga diwajibkan meminta pertolongan pada semua kapal yang ada di sekitarnya. Kapal-kapal yang berlayar di sekitar lokasi kecelakaan pun wajib memberikan pertolongan kepada kapal tersebut,” ujar Tonny.
Kewajiban lainnya yang harus dilakukan oleh awak kapal jika terjadi keadaan darurat, menurut Tonny, adalah melaksanakan proses evakuasi seluruh penumpang. “Saya juga perintahkan seluruh Kepala UPT Ditjen Hubla untuk selalu mengawasi pelaksanaan kegiatan pelayaran di wilayah kerjanya masing-masing agar pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dengan selamat, aman, lancar, dan nyaman,” kata Tonny menegaskan.
ANGELINA ANJAR SAWITRI