TEMPO.CO, Jakarta - Kebijakan pemerintah yang menggenjot penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan menaikkan tarif pengurusan surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan buku pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) menjadi kado pahit untuk rakyat. Kebijakan itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016.
"Keinginan untuk menaikkan PNBP kendaraan ini tidak adil bagi rakyat. Ini kado yang sangat pahit buat rakyat di 2017," ujar Sekjen Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenni Soecipto di Jakarta, Kamis, 5 Januari 2017.
Yenni menambahkan, memang disadari bahwa pemerintah membutuhkan dana yang cukup banyak dalam pembiayaan infrastruktur, sekitar Rp 4.000 hingga Rp 5.000 triliun. Namun pemerintah tidak bisa begitu saja mengeluarkan kebijakan dengan dalih mengoptimalkan penerimaan negara.
Menurut Yenni, target PNBP dari PP Nomor 60/2016 sebesar Rp 1,6 triliun jauh lebih kecil dibanding potensi penerimaan dari sektor kehutanan yang mencapai Rp 33 triliun.
Baca: Per 6 Januari, Tarif Penerbitan STNK Rp 100 Ribu
Pemerintah menaikkan tarif PNBP melalui PP Nomor 60/ 2016. Salah satu ketentuan itu mengatur PNBP atas penerbitan STNK dan BPKB.
Dalam ketentuan mengenai penerbitan STNK, untuk kendaraan bermotor roda dua atau tiga, per penerbitan baru atau perpanjangan per lima tahun dikenakan biaya Rp 100 ribu. Padahal sebelumnya, dalam ketentuan mengenai penerbitan STNK, tarif yang dikenakan hanya Rp 50 ribu.
Hal yang sama juga berlaku untuk kendaraan bermotor roda empat atau lebih, per penerbitan baru atau perpanjangan per lima tahun dikenakan biaya Rp 200 ribu dari sebelumnya Rp 75 ribu.
PP Nomor 60/2016 itu mengatur jenis dan tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan itu berlaku efektif per 6 Januari 2017.
Baca: Sebuah Pengakuan, Ini Untung-Rugi Punya Pelat Nomor Khusus
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan PNBP dalam hal ini adalah tarif yang ditarik kementerian/lembaga dan harus mencerminkan jasa yang diberikan. "Jadi dia harus menggambarkan pemerintah yang lebih efisien, baik, terbuka, dan kredibel," kata Sri di Jakarta, Rabu, 4 Januari 2017.
Menurut Sri, kenaikan tarif PNBP merupakan kewajaran karena terakhir kali tarif tersebut mengalami penyesuaian pada 2010 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan terkini yang dinamis. “Ini sudah tujuh tahun. Jadi, untuk tarif PNBP di kementerian/lembaga memang harus disesuaikan karena faktor inflasi dan untuk jasa pelayanan yang lebih baik," ujarnya.
TONGAM SINAMBELA|DESTRIANITA|ANTARA|SETIAWAN ADIWIJAYA