TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan menilai harga gas yang tidak kompetitif menyulitkan industri kaca meningkatkan kapasitas produksi mengikuti pertumbuhan permintaan.
Menurut Yustinus, harga gas yang tidak kompetitif membuat industri kaca enggan berekspansi meskipun potensi pertumbuhan permintaan dari sektor properti dan otomotif sangat besar.
Utilisasi produksi industri kaca lembaran di Indonesia pada 2016 sudah mencapai 90 persen dari total kapasitas produksi terpasang 1,43 juta ton. Investasi salah satu produsen kaca untuk mengganti tungku produksi tua meningkatkan kapasitas produksi total menjadi 1,5 juta unit pada awal 2017.
“Permasalahannya sekarang karena oversupply kemungkinan untuk investasi di Indonesia semakin kecil, peluangnya semakin tertutup karena marginnya kecil. Belum lagi, sekarang ada dua tungku baru yang sebetulnya sudah harus diganti,” kata Yustinus seperti dikutip dari Bisnis.com.
Industri kaca adalah salah satu dari 11 sektor industri yang diusulkan Kementerian Perindustrian sebagai penerima penurunan harga gas industri. Presiden Joko Widodo pada awal Oktober tahun lalu memerintahkan harga gas industri diturunkan menjadi US$ 6 per MMBTU di pintu pabrik pada 1 Januari 2017.
Keputusan soal penurunan harga gas industri seharusnya telah diumumkan pada November 2016. Namun, hingga pergantian tahun, pemerintah baru mengumumkan penurunan harga gas kepada sektor industri pupuk, petrokimia, dan baja.