TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari PT Samuel Asset Management, Lana Soelistianingsih, pesimistis perolehan dana tebusan dari program amnesti pajak periode ketiga bisa melambung. Sebab, hasil statistik amnesti pajak pada periode pertama dan kedua menunjukkan tingkat penurunan jumlah peserta sekaligus jumlah harta yang diungkap oleh wajib pajak. Apalagi tarif tebusan periode terakhir ini jauh lebih tinggi.
"Semua wajib pajak mengejar tarif murah pada tahap pertama. Itu pun sangat terbantu oleh deklarasi dalam negeri," ucap Lana ketika dihubungi, Senin, 2 Januari 2017.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan membuka kesempatan bagi wajib pajak untuk mengajukan amnesti hingga 31 Maret 2017. Tarif tebusan yang dikenakan untuk repatriasi dan deklarasi dalam negeri sebesar 5 persen. Adapun untuk deklarasi luar negeri tercatat naik dari 6 persen menjadi 10 persen. Ada juga tarif tebusan untuk usaha kecil dan menengah sebesar 2 persen.
Dengan tarif itu, Lana sangsi jumlah peserta pada periode akhir bakal meningkat, meski pemerintah telah mengirim ratusan ribu surat elektronik kepada wajib pajak yang diduga belum melaporkan hartanya. Ini bisa teratasi, kata Lana, jika Direktorat Jenderal Pajak berfokus mengejar wajib pajak berdasarkan pada profesi.
"Bisa enggak mendeteksi mereka, lalu mengejar mereka yang kurang bayar?" katanya.
Direktorat Jenderal Pajak mencatat, sepanjang periode pertama program ini, ada 393.358 wajib pajak peserta amnesti, dengan 398.727 surat penyertaan harta. Pada periode kedua, jumlah itu menurun menjadi 239.296 wajib pajak dan 271.671 surat penyertaan harta.
Dari angka itu, nilai total harta deklarasi dalam dan luar negeri hingga akhir periode kedua program amnesti pajak pada 31 Desember 2016 masing-masing mencapai Rp 3.143 triliun dan Rp 1.013 triliun.
Namun, selama dua bulan terakhir, repatriasi tak beranjak dari Rp 141 triliun. Adapun jumlah tebusan baru mencapai Rp 103 triliun di luar pembayaran tunggakan Rp 3,06 triliun dan pembayaran denda bukti permulaan Rp 739 triliun.
PUTRI ADITYOWATI