TEMPO.CO, Jakarta - Harga kopi robusta mendapat sentimen positif dari proyeksi berkurangnya hasil panen dan ekspor Vietnam sebagai produsen terbesar di dunia.
Pada penutupan perdagangan Jumat, 23 Desember 2016, di bursa ICE, harga kopi robusta kontrak Maret 2017 meningkat 1,21 persen atau 25 poin menjadi US$ 2.089 per ton. Ini menunjukkan pertumbuhan 25,54 persen sepanjang tahun berjalan.
Do Ha Nam, Vice Head of Vietnam Coffee and Cocoa Association, mengatakan produksi kopi robusta pada musim 2016-2017 bakal merosot 13 persen atau 1,44 juta kantong secara tahunan (year on year/yoy) menjadi 24 juta kantong dari sebelumnya, yakni 27,5 juta kantong. Adapun satu kantong setara dengan 60 kilogram.
Dalam waktu dekat, faktor yang mempengaruhi tingkat suplai kopi ialah hujan badai di sejumlah wilayah Vietnam. Periode panen diperpanjang sampai pertengahan Januari 2017.
Panen baru mencakup sekitar 50 persen perkebunan kopi, dan 50 persen lainnya diharapkan bisa mencapai pasar pada akhir Januari. Hujan besar juga membuat mutu biji robusta menurun.
Dari sisi tingkat ekspor, lanjut Nam, dapat anjlok 30 persen yoy menjadi sekitar 1,4-1,5 juta ton. Adapun pada 2016, ekspor dapat melebihi target karena pengiriman dalam sembilan bulan pertama sudah mencapai 1,4 juta ton dibanding 2015 sejumlah 1 juta ton.
"Hambatan produksi berpotensi mengangkat kembali harga kopi," ujarnya seperti dikutip dari Bloomberg, Selasa, 27 Desember 2016.
Frank Rijkers, analis ABN Amro Bank, menuturkan semua gangguan produksi dapat memberikan sentimen positif terhadap harga. Sampai akhir 2016, harga robusta dapat naik menuju US$ 2.200 per ton, kemudian terkoreksi ke US$ 2.000 per ton pada 2017.
Adapun arabika diprediksi mencapai US$ 0,155 per pon pada akhir tahun ini, dan tenggelam ke US$ 0,145 per pon. Pasar masih melihat sejauh mana tingkat produksi di Vietnam dan Brasil.