TEMPO.CO, Yogyakarta – PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional (Daop) 6 Yogyakarta telah menyiapkan dana sekitar Rp 1 miliar tahun depan. Dana itu akan digunakan untuk menata Stasiun Tugu di Yogyakarta.
Kepala PT KAI Daop 6 Yogyakarta Hendy Helmy menuturkan, pihaknya telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 1 miliar untuk membangun trotoar di depan pintu masuk sisi selatan. Trotoar itu adalah bekas lahan pedagang kaki lima yang sedang dibebaskan.
Stasiun Tugu menurut Hendy rencananya akan ditata menjadi kawasan strategis yang mendukung kawasan Malioboro sebagai pusat wisata. Total penataan Stasiun Tugu menghabiskan anggaran sebesar Rp 6–7 triliun.
Pembongkaran sudah dilakukan sejak hari ini, Senin, 26 Desember 2016. Kios-kios pedagang kaki lima (PKL) di sisi selatan pintu masuk Stasiun Tugu, di Jalan Pasar Kembang, digusur. Tak ada perlawanan sama sekali dari pedagang atau bentuk kericuhan lain.
Pembongkaran itu dikawal beberapa personel kepolisian saja. Pembongkaran kios di sisi selatan ini dilakukan setelah PT KAI setidaknya tiga kali melayangkan surat pemberitahuan kepada para pemilik kios dan sosialisasi sudah dilakukan sejak Agustus 2016.
Baca: 95 Persen Tiket KA Liburan Natal-Tahun Baru Habis terjual
Berdasarkan pantauan Tempo, kios yang dibongkar pertama kali itu lokasinya persis di depan pintu masuk KAI di sisi selatan atau Jalan Pasar Kembang. Kebanyakan kios yang dibongkar merupakan bangunan semi-permanen. Para PKL kebanyakan menjual aneka makanan, seperti soto dan angkringan serta rokok dan pulsa. PKL pun melakukan sendiri pembongkaran meskipun sebagian dengan berat hati.
“Pembongkaran kios PKL ini baru tahap pertama, kami masih melakukan pendekatan pad pedagang lain yang menempati trotoar area PT KAI agar sukarela membongkar sendiri,” ujar Hendy Helmy di sela pembongkaran.
Baca: Natal, PT KAI Tambah Enam Kereta Rute Jakarta-Bandung
Dalam pembongkaran tahap pertama itu, baru 13 PKL yang kiosnya dibongkar dari total sebanyak 19 kios yang menempati area persis di depan pintu masuk Stasiun Tugu sisi selatan. Sedangkan total kios dan bangunan lain yang memakan trotoar Stasiun Tugu di sisi selatan itu jumlahnya 123 unit, yang memanjang dari ujung timur (Jalan Malioboro) sampai ujung barat (simpang Jlagran). Jumlah ini termasuk kantor kecamatan dan kepolisian Gedong Tengen. “Secara bertahap, 123 bangunan yang menempel pada sisi selatan Stasiun Tugu juga kami bongkar bertahap,” ujar Hendy.
Seorang PKL yang turut dibongkar lapaknya, Wagiman, 59 tahun, asal Gunungkidul, tak kuasa menahan tangis ketika membereskan sisa material warung sotonya yang sudah ia rintis sejak 32 tahun lalu. “Saya kira di Yogya ini tak ada penggusuran, ternyata sudah berbeda sekali pemerintahnya,” ujar Wagiman.
Wagiman mengaku hanya mendapat tali asih ganti rugi sebesar Rp 1,2 juta dan tak ada relokasi dalam pembongkaran itu. Padahal, dari rembuk terakhir dengan PT KAI, pedagang mengusulkan PT KAI dapat menggandeng PKL menyediakan kios dengan model sewa. “Kami siap untuk menyewa, tapi opsi itu tidak ada ternyata, langsung diminta pindah saja,” ujarnya.
Wagiman masih bingung akan berjualan ke mana. Ia mengaku, selama berjualan di trotoar itu, dalam sehari omzetnya bisa Rp 700 ribu–1 juta. “Kalau caranya seperti ini, namanya bukan mengentaskan yang miskin jadi kaya, tapi yang miskin jadi mati,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO