TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Hendar menyebutkan pencetakan uang rupiah dilengkapi dengan teknik pengaman dimaksudkan agar tidak mudah ditiru atau disebut rectoverso. Hal itu ia sampaikan usai melakukan pengenalan uang rupiah tahun emisi 2016 pada pedagang di Pasar Atas Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Minggu, 25 Desember 2016.
Dengan teknik rectoverso tersebut, ada bagian gambar dari uang yang bila dilihat dari satu sisi akan tampak tidak beraturan namun bila diterawang akan memunculkan gambar yang jelas dan utuh. Untuk uang rupiah baru tahun emisi 2016 memunculkan lambang BI. "Jadi kalau ada yang mengatakan mirip lambang tertentu, itu tidak benar. Semua unsur yang ada di uang rupiah dimaksudkan untuk kepentingan pengamanan uang agar tidak mudah dipalsukan," ujarnya.
Baca: Uang Rupiah Baru Dilengkapi Kode Khusus untuk Tunanetra
Ia menyebutkan teknik rectoverso telah diterapkan di uang rupiah sejak 1993 sementara logo Bank Indonesia dipakai dalam teknik itu sejak 2001. Pencetakan uang rupiah dilakukan melalui kontrol ketat dan pencetakan hanya dilakukan oleh Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri).
"Pencetakan uang oleh Peruri berada di bawah kontrol ketat BI. BI sendiri berada di dalam kontrol ketat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Artinya desain, jumlah dan nominal uang pengamanannya dari BI," katanya. Bahkan, ia melanjutkan bila terjadi gagal cetak Peruri berkewajiban mengembalikan uang tersebut pada BI untuk dimusnahkan.
Baca: JK: Rupiah Baru Karya Bangsa Sendiri, Tak Mirip Yuan Cina
Bank Indonesia secara resmi menerbitkan sebelas pecahan uang rupiah tahun emisi 2016, terdiri atas uang kertas pecahan Rp 100 ribu, Rp 50 ribu, Rp 20 ribu, Rp 10 ribu, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000 serta uang logam pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp 100. Meski telah resmi dikeluarkan, uang rupiah lama seperti emisi 2014 masih tetap berlaku hingga akhirnya ditetapkan untuk dicabut.
ANTARA