TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia menggugat Cina ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sehubungan dengan sikap Beijing yang mengulur-ulur penandatanganan protokol impor manggis.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian Banun Harpini mengatakan gugatan telah dilayangkan ke WTO akhir Oktober. Melalui penyelesaian sengketa secara konstruktif dalam Komisi Sanitary and Phytosanitary (SPS Committee), Cina diharapkan segera meneken protokol yang seharusnya dilakukan pada Februari tahun ini.
"Kami masukkan ke specific trade concern. Mudah-mudahan itu menjadi pelajaran (bagi Cina)," kata Banun, Selasa, 20 Desember 2016.
Perkara specific trade concerns (STCs) biasanya berkaitan dengan regulasi atau prosedur spesifik yang diterapkan negara pengimpor, yang bersifat menghambat perdagangan dari sisi nontarif (nontariff trade measures/NTMs). Contohnya adalah aturan SPS dan hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade/TBTs).
Simak: Anak Orang Terkaya di Cina Tolak Warisi Harta Ayahnya
Hambatan nontarif gencar dikenakan manakala tarif ekspor-impor sebagai bentuk proteksi kian rendah.
Banun menjelaskan, pemerintah telah melakukan koreksi setelah Negeri Tirai Bambu menolak manggis asal Negara Indonesia pada 2010, seperti soal ambang batas logam berat.
Otoritas Karantina China (Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine of the Peoples Republic of China/AQSIQ) pun telah melakukan audit dan tidak ditemukan adanya masalah.
Lagi pula, menurut Banun, manggis asal Indonesia secara de facto telah diterima di pasar Cina, hanya harus melalui pihak ketiga, seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand, sehingga nilai tambah dikantongi negara perantara itu.
Berdasarkan data BPS, ekspor manggis Indonesia tahun lalu sebanyak 38.197,2 ton dengan nilai US$ 17,2 juta. Adapun sepanjang Januari-Oktober tahun ini, volume pengapalan komoditas berjuluk “ratu buah” itu hanya 29.322 ton, tapi nilainya mencapai US$ 18,5 juta.
Baca: Luhut: Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Gunakan Teknologi Listrik
"Artinya, ada diskriminasi," ujar Banun. Jika Cina tak kunjung menunjukkan iktikad baik hingga sidang Komisi SPS Maret 2017, kata dia, Indonesia akan mengusulkan pembentukan panel kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO.
Sebelumnya, janji Cina untuk segera menandatangani protokol sempat membuat eksportir buah-buahan di Tanah Air beramai-ramai kembali mengumpulkan produksi manggis dalam negeri.
“Sekarang kami sedang menjajaki pembeli. Setelah pasti jumlah pembeliannya, dikontrak barangnya berapa banyak. Kami juga mulai mengumpulkan sumber manggis di semua kebun. Volume ekspornya akan disesuaikan dengan permintaan Cina,” ucap Ketua Umum Asosiasi Eksportir Sayur dan Buah Indonesia (AESBI) Jhony Hasan kepada Bisnis, 15 September 2016.
Baca: Kemenperin Terbitkan Standar Hijau untuk 17 Industri
Jhony menambahkan, negara berpenduduk sekitar 1,5 miliar orang itu merupakan pasar besar bagi ekspor buah-buahan Indonesia. Di Cina, manggis dianggap sebagai buah eksotik dengan harga mencapai Rp 70 ribu per kilogram atau hampir tiga kali lipat dari harga jual domestik. Bahkan, untuk kualitas terbaik, harga manggis bisa di atas Rp 100 ribu per kilogram.