TEMPO.CO, Jakarta - Pada perdagangan awal pekan ini, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diperkirakan akan rawan koreksi lanjutan dalam rentang konsolidasi.
Menurut analis ekonomi dari First Asia Capital David Sutyanto, potensi pelemahan itu menyusul minimnya insentif positif dan meningkatnya kekhawatiran pelemahan rupiah terhadap dolar AS.
David mengatakan harga komoditas logam sepekan kemarin yang cenderung koreksi juga akan mempengaruhi aksi ambil untung lanjutan di sejumlah saham tambang.
"IHSG diperkirakan bergerak dengan support di 5.210 dan resisten di 5.250 cenderung koreksi," kata David Sutyanto dalam pesan tertulisnya, Senin, 19 Desember 2016.
Sebelumnya pada akhir pekan kemarin, IHSG kembali terkoreksi 22,71 poin (0,43 persen) di 5.231,652. Ini merupakan koreksi untuk empat hari perdagangan berturut-turut. Koreksi terjadi menyusul meningkatnya risiko keluarnya modal asing atau capital outflow. Nilai penjualan bersih asing mencapai Rp 1,27 triliun.
Pasar saham menghadapi meningkatnya risiko arus dana keluar menyusul keputusan The Fed yang menaikkan tingkat bunga 25 basis poin pekan lalu dan sinyal kenaikan lanjutan di 2017 hingga tiga kali merespon kebijakan ekonomi Trump yang cenderung memperbesar belanja negara.
"Hal ini membuat dolar AS menguat terhadap sejumlah mata uang dunia terutama emerging market termasuk rupiah," kata David. Adapun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS akhir pekan lalu melemah 0,4 persen di Rp13.426 (kurs Jisdor).
Selama sepekan terakhir, IHSG terkoreksi 1,44 persen setelah dua pekan sebelumnya berhasil menguat. Sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepekan terakhir ini melemah 0,72 persen setelah pekan sebelumnya menguat 1,5 persen.
Sepekan kemarin sentimen pasar terutama tertuju pada hasil pertemuan The Fed 13-14 Desember yang mengindikasikan kenaikan tingkat bunga FFR akan berlanjut sepanjang 2017.
Penjualan bersih asing sepekan kemarin mencapai Rp 2,44 triliun menandai selama 16 pekan berturut-turut asing mencatatkan penjualan bersih di pasar saham. Hampir seluruh saham sektoral terutama saham-saham big-caps yang sensitif interest-rate seperti perbankan, aneka industri, infrastruktur properti dan barang konsumsi mengalami pelemahan.
Sementara Wall Street pada akhir pekan lalu kembali terkoreksi terbatas. Kondisi ini dipicu meningkatnya tensi geopolitik di kawasan Laut Cina Selatan antara Cina dan AS.
Indeks DJIA dan S&P masing-masing koreksi 0,04 persen dan 0,18 persen di 19.843,41 dan 2.258,07. Selama sepekan indeks saham Wall Street bergerak bervariasi.
Indeks DJIA berhasil melanjutkan rally menguat 0,44 persen. Indeks S&P dan Nasdaq koreksi tipis masing-masing 0,06 persen dan 0,13 persen. Adapun Harga minyak mentah sepekan kemarin menguat 1,05 persen di US$ 52,03 per barel.
DESTRIANITA