TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve atau The Fed) menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund) diperkirakan bakal mendongkrak penguatan nilai tukar dolar AS. Hal tersebut, menurut ekonom dari First Asia Capital David Sutyanto, bakal berisiko bagi pasar negara berkembang termasuk Indonesia. “Risiko capital outflow akan berlanjut,” ujarnya seperti dikutip dari pesan tertulisnya, Jumat, 16 Desember 2016.
Hal tersebut, David, akan membuat Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG pada perdagangan akhir pekan ini bergerak bervariasi dan rawan koreksi. "IHSG diperkirakan rawan koreksi di tengah kekhawatiran pelemahan rupiah," tuturnya. Pada perdagangan hari ini, David memperkirakan IHSG diperkirakan akan bergerak dengan support di 5.230 dan resisten di 5.310.
Pada perdagangan saham kemarin, IHSG kembali terkoreksi menyusul penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang kawasan, termasuk rupiah setelah pertemuan The Fed malam sebelumnya yang memutuskan kenaikan bunga FFR 25 basis poin (sesuai estimasi). Selain itu mereka juga memberikan sinyal kenaikan bunga di 2017 hingga tiga kali di atas perkiraan sebelumnya hanya dua kali. "Ini berarti tingkat bunga FFR tahun depan akan mencapai 1,5 persen," kata David.
Merespon hal tersebut, kurs rupiah kemarin melemah 0,7 persen di Rp 13.384 per dolar AS dari hari sebelumnya di Rp13.294 per dolar AS. Kemarin setelah pasar tutup, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menahan tingkat bunga 7-days reverse repo rate di 4,75 persen.
Meski demikian, berkurangnya koreksi IHSG kemarin tertolong data ekspor impor November 2016 yang dirilis BPS kemarin. IHSG akhirnya hanya koreksi 8,44 poin (0,16 persen) di 5.254,36.
Nilai ekspor Indonesia November lalu tumbuh 5,91 persen dibandingkan Oktober (mom) dan tumbuh 21,34 persen dibandingkan November 2015 (yoy) mencapai US$ 13,50 miliar. Nilai impor Indonesia November 2016 tumbuh 10 persen dibandingkan Oktober (mom) dan tumbuh 9,88 persen dibandingkan November 2015 (yoy) mencapai US$ 12,66 miliar. "Surplus Neraca Perdagangan Indonesia November 2016 mengecil menjadi US$ 838 juta dibandingkan surplus Oktober yang mencapai US$ 1,23 miliar," ucap David.
Sementara bursa saham global tadi malam berhasil berbalik menguat atau rebound setelah hari sebelumnya dilanda aksi ambil untung. Indeks DJIA dan S&P di Wall Street masing-masing menguat 0,30 persen dan 0,39 persen di 19.852,24 dan 2.262,03. Pasar optimis indeks DJIA akan mencapai level 20.000.
Pasca keputusan The Fed menaikkan bunga, dolar AS tadi malam menguat hingga 1,2 persen terhadap Euro di US$ 1,04 per Euro. Ini merupakan posisi terkuat dolar sejak 2003 lalu. Yield obligasi AS 10 tahun juga melonjak 3,3 persen di 2,61 persen. Seiring penguatan dolar AS, harga emas tadi malam anjlok hampir 3 persen di US$ 1.130,10 per t.oz, merupakan level terendah dalam 10 bulan terakhir.
DESTRIANITA