TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya, Harry Purnomo, mengusulkan pemerintah memoratorium kontrak pengelolaan lapangan minyak dan gas bumi. Menurut dia, pemerintah seharusnya berfokus pada kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani.
"Jangan kita kontrakkan lagi sumber daya migas kita kepada orang lain. Fokus saja ke kontrak-kontrak yang sudah ditandatangani. SKK Migas fokus ke pengurangan cost recovery," kata Harry dalam diskusi terkait dengan revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi di Tanamera Coffee, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Desember 2016.
Seharusnya, menurut Harry, pemerintah fokus mendorong potensi dalam negeri, baik itu PT Pertamina (Persero) maupun perusahaan-perusahaan swasta. "Misalnya Pertamina joint venture dengan Medco. Pemerintah tidak perlu membantu pembiayaan, tapi bisa diplomasi untuk mencari blok migas di luar negeri," ucapnya.
Harry meyakini, apabila Pertamina memiliki lahan minyak di luar negeri, pendapatan perseroan akan meningkat cukup besar. "Pemerintah tidak perlu mengotori tangan di sana. Cukup kita punya saham dan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan minyak di luar negeri," tutur Harry.
Menurut Harry, jika pemerintah terus-menerus menggadaikan sumber daya migas dalam negeri, pemerintah tidak akan pernah mendapatkan keuntungan yang optimal di sektor migas. Dia mengatakan keuntungan yang didapat kontraktor pasti jauh lebih besar. "Kapan lagi kita menjadi pelaku?" ujarnya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI