TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia, Kamis, 1 Desember 2016, masih optimistis inflasi tahunan 2016 akan berada di bawah proyeksi 4 persen plus-minus 1 persen atau berada di rentang 3 persen -3,2 persen. "Tinggal satu bulan lagi 2016, kami masih lihat rentang 3-3,2 persen (yoy)," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Jakarta, Kamis, 1 Desember 2016.
Badan Pusat Statistik pada Kamis siang mengumumkan inflasi bulanan November 2016 mencapai 0,47 persen sehingga inflasi tahun kalender Januari-November 2016 sebesar 2,59 persen dan inflasi tahunan (yoy) mencapai 3,58 persen. Inflasi pada November 2016 tersebut meningkat dibanding Oktober 2016 yang sebesar 0,14 persen.
Mirza tidak sependapat jika kenaikan inflasi pada November 2016 tersebut turut dipengaruhi secara signifikan oleh pelemahan kurs rupiah sepanjang November 2016. Menurut dia, kenaikan laju inflasi di Indonesia umumnya lebih karena fluktuasi harga barang bergejolak (volatile food) dan harga barang yang diatur pemerintah (administered prices).
"Jadi, kalau misalnya tarif administered prices ada penyesuaian, hal itu yang mempengaruhi inflasi," ucap Mirza.
Untuk tahun depan, Mirza memperkirakan, tekanan inflasi akan meningkat dari administered prices. Pasalnya, pemerintah mewacanakan untuk menaikkan tarif listrik berdaya 900 volt ampere pada Januari 2017. "Berapa besarnya (laju inflasi) itu masih akan kami hitung, karena kebijakan ini berdampak terhadap laju inflasi 2017," katanya.
Bank sentral akhirnya memproyeksikan laju inflasi tahun depan dengan kisaran konservatif di sekitar 3-5 persen, sama dengan pada awal 2016. "Tapi kami berharap, jangan sampai 4 persen. Makanya, bagi BI, dengan inflasi rendah, periode kebijakan moneter yang kita lakukan saat ini (longgar) bisa terus berlangsung," ujarnya.
ANTARA