TEMPO.CO, Jakarta - Mengawali perdagangan Desember, Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG diperkirakan akan bergerak bervariasi dalam rentang konsolidasi dan berpeluang melanjutkan penguatan terbatas.
Analis ekonomi dari First Asia Capital David Sutyanto memperkirakan IHSG bergerak dengan support di 5.130 dan resisten di 5.180.
"Saham-saham berbasiskan energy berpeluang menguat menyusul kenaikan harga komoditas energi," kata David Sutyanto dalam pesan tertulisnya Kamis, 1 Desember 2016.
Sebelumnya kemarin malam, Rabu, 30 November 2016 pasar saham global ditutup bervariasi. Indeks saham di Uni Eropa, Eurostoxx berhasil menguat 0,43 persen di 3.051,61.
Di Wall Street indeks DJIA tutup flat di 19.123,58. Indeks S&P dan Nasdaq masing-masing koreksi 0,3 persen dan 1 persen di 2198,81 dan 5323,68, menyusul koreksi di saham-saham sektor bioteknologi.
Meski demikian, saham sektor energi mengalami kenaikan, ditopang kenaikan harga minyak mentah tadi malam di AS hingga 8,4 persen di US$ 49 per barel.
"Kenaikan ini menyusul disepakatinya pemotongan produksi minyak OPEC untuk pertama kalinya dalam delapan tahun terakhir," kata David.
Adapun IHSG pada perdagangan kemarin berhasil melanjutkan penguatan meski terbatas, sebesar 12,24 poin (0,24 persen), setelah sempat menguat 34 poin di sesi pertama, tutup di 5.148,91. Saham-saham perbankan, properti, infrastruktur dan jasa konstruksi berhasil menguat.
Sedangkan aksi jual cenderung melanda saham berbasiskan komoditas menyusul koreksi harga sejumlah komoditas pertambangan logam dan batubara.
Selain itu perdagangan saham kemarin masih diwarnai penjualan bersih asing hingga mencapai Rp 1,07 triliun. Sepanjang November 2016, IHSG koreksi 5 persen setelah Oktober menguat 1 persen.
Adapun nilai transaksi rata-rata harian di pasar reguler sepanjang November lalu melonjak mencapai Rp 6,32 triliun dan nilai transaksi rata-rata harian ini terbesar sejak periode Juni 2013 lalu.
Sepanjang November arus dana asing yang keluar dari pasar saham dalam bentuk penjualan bersih mencapai Rp 12,82 triliun, meningkat dari periode Oktober Rp2,28 triliun.
Menurut David, dengan adanya risiko capital outflow yang meningkat sepanjang November membuat rupiah melemah hingga hampir 4 persen sepanjang NoVember di Rp 13.563 per dolar AS.
DESTRIANITA