TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan periode 2001-2004, Boediono, mengatakan kejutan dalam situasi perekonomian akan selalu ada. Karena itu, Wakil Presiden era pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini meminta pemerintah membaca situasi ke depan dan menyiapkan langkah-langkah antisipasi.
"Saat ini, globalisasi kapital begitu merebak. Kita hanya bagian kecil dari jumlah kapital yang gentayangan di dunia ini. Kalau ada goncangan, ini bisa berubah dan menyebabkan semacam krisis bagi kita," ucap Boediono dalam Seminar Nasional Tantangan Pengelolaan APBN dari Masa ke Masa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 30 November 2016.
Menurut Boediono, pemerintah tidak boleh hanya melihat kemungkinan yang akan terjadi pada perekonomian dalam enam bulan atau satu tahun ke depan. "Krisis kan seperti gempa, tidak tahu kapan terjadi, berapa besarnya, dan di mana. Dalam proses terjadinya krisis, semua orang terlibat. Semua orang ikut hanyut dalam psikologi krisis ini, termasuk pengambil keputusan."
Boediono berujar, struktur ekonomi perlu diperkuat. Suatu negara dengan struktur ekonomi yang tidak seimbang akan mudah goyah. "Dengan struktur yang kuat, kalau ada terpaan dari satu sisi, tidak akan mudah goyah. Buatlah bahtera ekonomi dengan konstruksi yang seimbang dan kuat," tuturnya.
Baca: Sri Mulyani Buka Akses KPK ke Direktorat Jenderal Pajak
Selain itu, Boediono mengatakan kondisi perekonomian harus selalu prudent, baik dari sisi fiskal maupun moneter. Dari sisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pemerintah perlu senantiasa menaati rambu-rambu. "Jaga jangan sampai defisit melebihi yang diatur. Utang juga harus diamati. Utang itu sumber penyakit. Utang harus dijaga dengan baik," ucapnya.
Boediono pun menambahkan, apabila krisis benar-benar terjadi, harus terdapat prosedur standar yang jelas bagi institusi-institusi yang bertugas mengatasi krisis, yakni Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan. "Kita harus tahu bagaimana mekanisme koordinasi saat krisis."
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sependapat dengan Boediono. Menurut dia, pemerintah memang bisa melihat tren dalam perekonomian. "Tapi kita tidak pernah tahu kapan akan terjadi. Karena itu, yang perlu kita lihat adalah APBN. Apakah ruang fiskal fleksibel? Kita harus semakin detail untuk deteksi," ujarnya.
Simak: PGE Area Kamojang Tambah Dua Sumur Produksi pada 2017
Dalam kondisi krisis, menurut Sri Mulyani, pemerintah juga harus melawan zona nyamannya. Saat krisis, pemerintah dipaksa melawan intuisi untuk menyelamatkan diri sendiri. "Sepi ing pamrih rame ing gawe, itu benar bagi Kementerian Keuangan. You always be the other side. Saat yang lain pesta, kami kerja."
ANGELINA ANJAR SAWITRI