TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Komisioner Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan, Nurhaida, mengatakan target penambahan jumlah emiten tahun depan bisa tercapai atau tidak akan bergantung pada kondisi global. Tidak dapat dipungkiri bahwa pasar modal Indonesia begitu sensitif terhadap sentimen global, salah satunya naik atau tidaknya suku bunga bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang mempengaruhi perusahaan untuk melakukan aksi korporasi atau tidak.
"Kalau Fed Fund Rate naik, biasanya cenderung mempengaruhi indeks. Kalau indeksnya katakan ada penurunan, kadang beberapa yang punya rencana IPO mungkin jadi wait and see," ucap Nurhaida saat ditemui di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Selasa, 29 November 2016.
Baca: Ini Alasan Menteri Keuangan tak Segera Pecat Handang
Namun, menurut Nurhaida, berdasarkan perkiraan World Bank dan IMF, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun depan akan membaik, yakni tumbuh di kisaran 5,3 persen. "Kalau kita di internal, mungkin ekspektasi ekonomi lebih meningkat," ujarnya. "Tapi kan bisa saja tahun berjalan ada sesuatu lalu ada sentimen-sentimen yang membuat arahnya berbalik, bisa saja terjadi."
Nurhaida mengapresiasi apa yang telah dilakukan pasar modal Indonesia, karena untuk tahun ini jumlah nilai investasi korporasi, baik melalui penawaran umum perdana saham atau IPO, penawaran saham baru atau right issue, maupun obligasi, telah mencapai sekitar Rp 140 triliun. Jumlah tersebut juga mencatat rekor sepanjang berdirinya Bursa Efek Indonesia. "Tahun lalu sekitar Rp 102 triliun, ya," tuturnya.
Bursa Efek Indonesia menargetkan ada 35 emiten baru yang akan melantai di bursa melalui penawaran umum perdana saham atau IPO.
DESTRIANITA