TEMPO.CO, Jakarta -Chairman Mastel Institute Nonot Harsono mengatakan network sharing memberi peluang kepada pelaku usaha sektor telekomunikasi untuk membangun bersama-sama. Network sharing dianggap tidak berarti ada satu pelaku usaha menumpang jaringan di jaringan yang sudah ada.
"Seolah-olah kan network sharing itu menumpang jaringan, dan tidak membangun," kata Nonot ketika ditemui saat menjadi pembicara dalam sebuah acara diskusi di Warung Daun, Jakarta Pusat, Sabtu 26 November 2016.
Nonot menambahkan pelaku usaha yang membangun jaringan harusnya merasa senang, jika penggunanya semakin banyak sebagai efek dari proses pembangunan. Karena itu dibutukan regulasi baru untuk mengakselerasi pembangunan jaringan di daerah.
Nonot menuturkan membangun jaringan baik BTS ataupun fiber optik tentu berat, karena itu kerja sama antar pelaku usaha mesti dilakukan. Selama ini dia melihat, network sharing sering disalahartikan. "Seolah-olah tidak bangun terus menumpang, padahal dibolehkan bangun bareng-bareng, dipakai bareng-bareng."
Network sharing, kata Nonot, dilakukan dengan tujuan mengakselerasi pemenuhan hak publik untuk mendapatkan layanan telekomunikasi dan informasi yang lebih merata dan harga terjangkau. "Tujuannya itu," ujar dia.
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagyo mengatakan network sharing terjadi karena kalau semua operator membangun, cost-nya mahal. Nantinya, kata dia, mekanisme berbaginya bisa dilakukan secara business to business antar operator.
Selain berat dari sisi cost, jika masing-masing operator membangun backbone telekomunikasi akhirnya membuat cakupan secara nasional tak luas. "Modelnya semua sharing, satu backbone dipakai siapa saja itulah B to B," ucap Agus.
Kemudian menurut Agus, sharing network itu akan berguna untuk mengurangi capital expenditure dan operating expenditure para operator.
DIKO OKTARA