TEMPO.CO, Surabaya – Pemerintah Provinsi Jawa Timur memberikan empat kemudahan bagi investor untuk meningkatkan investasi di wilayahnya. Antara lain: perizinan usaha, ketersediaan lahan, pasokan listrik dan tenaga kerja.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan izin Penanaman Modal Asing (PMA) hanya membutuhkan waktu 17 hari dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) hanya 11 hari selama surat-suratnya lengkap. “Perizinan diurus pemerintah, investor tinggal duduk di tempat,” ujar Soekarwo dalam acara rapat koordinasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan Bank Indonesia di Surabaya, Jumat 25 November 2016.
Rapat yang membahas soal transformasi industri manufaktur tersebut dihadiri Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, pejabat Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Perindustrian, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Selain Gubernur Soekarwo, dari pihak pemerintah daerah hadir beberapa bupati di wilayah Jawa Timur.
Ihwal masalah lahan, Soekarwo berujar, Pemprov menyediakan tanah untuk kawasan industri. Dia mencontohkan lahan di Mojokerto dan sebelah utara Gempol Kerep. “Ini disiapkan untuk industrialisasi,” ucapnya. Dia berharap ada pemerataan pembangunan di wilayahnya dengan memperbanyak kawasan industri. Apalagi, Jawa Timur merupakan pintu bagi Indonesia bagian timur.
Pasokan listrik untuk industri pun, menurutnya justru ada surplus hingga dua tahun mendatang. “Terima kasih kepada PLN dan ESDM di Jatim ada kelebihan pasokan listrik,” ujarnya.
Jaminan kemudahan berusaha lainnya adalah tenaga kerja. Meski beberapa hari belakangan kerap terjadi unjuk rasa buruh di Surabaya, kata Soekarwo, itu bukan merupakan masalah. Ia mengaku telah menemui perwakilan para buruh yang melakukan unjuk rasa tersebut. Buruh, kata dia, mempermasalahkan kenapa hitungan upah minimum tidak menggunakan angka pertumbuhan Jawa Timur yang lebih tinggi ketimbang nasional.
“Selama demo buruh tidak bersikap anarki. Kalau anarki itu mengganggu investasi,” tutur dia. (Baca: Penentuan UMK 2017, Surabaya Tertinggi dan Upah Buruh Desa Rp 1 Juta Jadi Magnet Investor ke Bojonegoro) Atas empat layanan kemudahan berusaha yang ditawarkan tersebut, Soekarwo mengharapkan pertumbuhan ekonomi wilayahnya bisa melonjak lebih dari lima persen.
Adapun Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyebut tujuh tantangan sektor industri manufaktur di Indonesia. Pertama, postur industri yang tidak imbang dengan komposisi terbesar merupakan industri berskala mikro dan kecil serta peran Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam rantai industri manufaktur Indonesia yang masih belum optimal. Kedua, relatif rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia yang tercermin dari produktivitas tenaga kerja yang kurang kompetitif dan tingkat kekakuan (rigiditas) pasar tenaga kerja yang tinggi.
Ketiga, belum tersedianya energi dengan harga kompetitif. Keempat, efisiensi logistik dan dukungan industri manufaktur masih belum memadai. Kelima, kebijakan industri yang belum terintegrasi antar lembaga terkait dan antara pemerintah pusat dengan daerah.
Keenam, struktur industri yang belum berimbang sehingga menciptakan ketergantungan bahan baku dan penolong pada luar negeri. Atas hal ini, Agus mengingatkan bahwa industri di Jawa Timur sebanyak 70 persen masih tergantung bahan baku impor. “Lahannya juga dikonversi ke sektor non-pertanian,” ujarnya.
Ketujuh, keterbatasan sumber pembiayaan industri terutama dari sisi keberagamannya. “Kita terlalu bergantung pada perbankan. Harusnya bisa menawarkan saham atau menerbitkan obligasi,” katanya. (Baca: Bank Indonesia Dorong Pemda Terbitkan Obligasi Daerah)
Toh, Agus memuji Soekarwo yang mendirikan kantor perwakilan dagang di luar wilayahnya sebagai perwakilan bisnis. “Gubernur Jatim sudah tempatkan perwakilan di luar daerah untuk meningkatkan volume perdagangan,” tuturnya.
Adapun Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Rahma Iryanti, mengatakan percepatan transformasi industri manufaktur bisa terwujud apabila diikuti perubahan struktur tenaga kerja. Untuk meningkatkan kualitas SDM, kata dia, pemerintah akan mendirikan bengkel bersama yang bisa digunakan SMK yang tak punya akses ke industri dan lembaga-lembaga yang minim peralatan. “Bengkel ini peralatannya sama dengan yang ada di industri, sehingga bisa menjadi workplace,” tuturnya. *
NIEKE INDRIETTA