TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kesenjangan antara kebutuhan pembiayaan infrastruktur dan ketersediaan dana sangat tinggi. “Kebutuhan itu tidak bisa hanya dipenuhi dengan anggaran pemerintah. Penting pelaku lain atau swasta untuk ikut membangun,” ujarnya dalam pembukaan Indonesia PPP Day 2016 di The Westin, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 24 November 2016.
Berdasarkan perkiraan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, kata Sri Mulyani, kebutuhan pembiayaan infrastruktur pada 2015 hingga 2019 mencapai Rp 4.796 triliun. “Gap infrastruktur cukup tinggi, yakni mencapai 1,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun,” katanya.
Nah, kebutuhan itu tidak bisa hanya dipenuhi dengan anggaran pemerintah. “Pertanyaannya, how? Apalagi saat keuangan pemerintah tidak bisa memenuhi," kata Sri Mulyani.
Menurut dia, pemerintah harus berani berinovasi untuk menciptakan minat dari swasta dalam rangka membiayai pembangunan infrastruktur. Untuk membangun infrastruktur, banyak hal perlu diperhatikan. "Pertama, persiapan daftar proyeknya. Yang mana yang prioritas, siapa yang menyiapkan, pakai APBN atau tidak, dan sebagainya," tuturnya.
Setelah proyek siap, kata Sri Mulyani, pemerintah perlu memikirkan fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh swasta yang akan membangun proyek tersebut. "Kalau ternyata rate of return-nya kecil dan ada viability gap, dari fiskal harus menciptakan VGF (viability gap fund). Bagaimana kalau pembebasan tanah tidak sesuai waktunya? Dibuatlah penjaminan pemerintah," katanya.
Hingga kini, Kementerian Keuangan memang menyediakan berbagai fasilitas bagi pihak swasta untuk membangun proyek infrastruktur, yaitu VGF, penjaminan infrastruktur, dan project development facility (PDF). Ada pula skema pengembalian investasi proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), yakni availability payment (AP).
Keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur, menurut Sri Mulyani, akan menciptakan pelayanan publik yang lebih baik. "Jangan hanya menguntungkan, apalagi hanya menguntungkan swasta yang ikut. Saya harap, dalam sepuluh tahun ke depan, Indonesia bisa membuat KPBU yang sehat, tidak merugikan swasta, dan tidak merugikan masyarakat."
ANGELINA ANJAR SAWITRI