TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve - The Fed) dalam notulensi FOMC meeting menunjukkan mayoritas anggotanya lebih percaya terhadap kenaikan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) dalam waktu dekat. Akibatnya indeks dollar pun naik tajam, sedangkan nilai tukar rupiah semakin melemah.
Analis dari Samuel Sekuritas, Rangga Cipta mengatakan nilai tukar rupiah bergerak melemah ke level Rp 13.520 per US$. Selain itu, imbal hasil negara maju juga dilaporkan naik tadi malam.
"Pelemahan kurs di Asia pada perdagangan hari ini diperkirakan tidak terhindarkan," kata Rangga, dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 24 November 2016.
Menurut Rangga, ruang pelemahan rupiah terbuka dan berpeluang terus berlanjut dalam pekan ini. "Pelemahan juga terjadi karena harga minyak mentah melemah dan ketidakpastian tinggi," ujarnya.
Dia memprediksi hingga pertengahan Desember mendatang, tekanan depresiasi rupiah masih akan berlangsung. Walaupun tren penguatan rupiah juga terbuka dan berpeluang bertahan dalam jangka panjang.
Sementara itu, dari pasar komoditas harga minyak dunia tercatat naik dan emas ditransaksikan turun. Harga komoditas batu bara masih bertahan di level US$92/MT ton, dan rally CPO berlanjut hingga RM2.959/MT ton.
Rangga berujar di pasar Asia Pasifik pagi ini, indeks acuan bergerak mixed. "Kami memperkirakan indeks masih berpotensi mengalami tekanan ditengah minimnya katalis penggerak dan tekanan pada rupiah."
Adapun fokus pasar kata Rangga masih tertuju pada keputusan kenaikan suku bunga The Fed. "Pasar juga menanti rilisnya beberapa report sebagai guidance untuk outlook pergerakan pasar saham tahun depan," katanya.
GHOIDA RAHMAH