TEMPO.CO, Nusa Dua - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyarankan pengurangan ekspor kelapa sawit (CPO) ke negara-negara Eropa. "Atau distop," kata dia, Rabu, 23 November 2016.
Amran ingin ekspor sawit terfokus ke pasar internasional lain yang tidak mengeluhkan isu lingkungan, seperti India, Cina, Pakistan dan Bangladesh. Menurut dia Eropa menerapkan banyak syarat sebelum produk kelapa sawit masuk ke pasar.
Namun banyaknya permintaan tersebut tidak sebanding dengan jumlah pembelian produk kelapa sawit. "Eropa minta macem-macem standar, tapi beli sawitnya sedikit."
Meksi demikan Amran berharap seluruh perusahaan memiliki sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) agar produksi sawit diterima di pasar internasional. Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) Sawit, kata dia, perlu mendukung sertifikasi tersebut mengingat dana Kementerian Pertanian terbatas.
Amran ingin produktivitas kebun rakyat semakin meningkat. Dia juga ingin BPDP memperbesar dana pungutan ekspor sawit (CPO fund). "Khususnya untuk percepatan replanting (anggaran bantuan penanaman kembali)," kata dia.
Bagi dia, selama ini peningkatan produktivitas kebun rakyat terhambat oleh status legalitas lahan. Menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutaan, kata Amran, kebun rakyat tumpang tindih dengan kawasan hutan. "Hal ini perlu diselesaikan untuk memberi kepastian hukum dan keberterimaan oleh kredit bank," kata dia.
Dia menuturkan kebun sawit di lahan gambut dapat ditingkatan dengan pengelolaan gambut lestasi. Selain dapat meningkatkan produktivitas, pengelolaan tersebut juga mencegah kebakaran lahan.
Sementara itu, Kementerian Pertanian telah mengembangkan integrasi perkebunan kelapa sawit dan jagung. Dengan alokasi anggaran Rp 1,4 triliun, Amran menargetkan lahan integrasi tanaman jagung mencapai 724 ribu di lahan sawit dan hutan tahun ini. Nantinya petani jagung akan bermitra dengan dengan Gabungan Perusahaan Makanan Ternak atau industri pakan ternak.
ALI HIDAYAT