TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti mengatakan Indonesia masih akan terus mengkaji kesepakatan Trans Pacific Partnership (TPP).
“Jadi atau tidak, akan tetap dikaji,” ujar Tjahya dalam diskusi Policy Dialogue Series di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta, Selasa, 22 November 2016. “Karena TPP ini telah dirancang sebelum Donald Trump terpilih.”
Menurut Tjahya, pengkajian TPP sampai saat ini masih berlanjut di Kementerian Perdagangan. “Perubahannya bagaimana, masih belum dapat dibuka dan kami juga belum bicarakan dengan Menko,” ucapnya.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-45 sebelumnya membuat spekulasi bahwa kerja sama TPP bakal mengalami kemunduran. Bahkan Trump dalam kampanyenya mengatakan negara tersebut tidak akan ikut dalam kegiatan perdagangan bebas.
”Skenarionya, walau TPP nanti tidak jadi, kita harus tetap mereformasi perekonomian negara ini,” tutur Trump. Sebab, bisa saja nanti akan muncul perjanjian kerja sama perdagangan baru.
Ekonom Senior Perdagangan Daya Saing Australia Indonesia Partnership for Economics Governance (AIPEG), Ahmad Soki, mengatakan, bila nantinya Trump menerapkan sistem proteksionis, yang akan dirugikan adalah Amerika sendiri.
”Sulit membayangkan Amerika tanpa kerja sama perdagangan antarnegara,” katanya.
Menurut Soki, nantinya, dalam 100 hari pertama pemerintahannya, Trump harus segera memutuskan Amerika dalam TPP akan seperti apa. “Jika ternyata dibekukan, Amerika harus bikin perjanjian baru lagi.” Pasalnya, sangat sulit membayangkan perekonomian Amerika tanpa adanya kerja sama perdagangan misal Cina dan Uni Eropa.
ODELIA SINAGA