TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bank Negara Indonesia Achmad Baiquni meminta nasabah tidak panik dan tidak terpengaruh oleh isu ajakan penarikan uang massal (rush money) yang banyak beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir. Menurut dia, ajakan aksi rush money itu tidak berdasar.
Ajakan rush money juga tak relevan dilakukan, menurut Baiquni, terutama karena kondisi fundamental perbankan Indonesia normal dan sehat. “Perbankan kondisinya sangat baik, jadi apa alasan ketakutannya?” ujarnya saat dihubungi Tempo, Selasa, 22 November 2016.
Baiquni menegaskan kinerja perbankan terus tumbuh, baik dari segi aset, kredit, maupun simpanan dana pihak ketiga (DPK). “Walaupun ada sedikit peningkatan NPL (rasio kredit macet), perbankan masih baik,” ucapnya.
Baiquni pun mengimbau masyarakat agar mengabaikan ajakan rush money itu. “Jangan diperkeruh, apalagi di media sosial. Tidak perlu ada kekhawatiran.”
Dari sisi makro ekonomi Indonesia, Baiquni mengatakan, kurs rupiah juga dalam keadaan stabil, begitu juga indeks harga saham gabungan (IHSG) yang perlahan menguat. “Kalau kemarin sempat melemah atau turun, kan karena Trump effect sesaat saja,” katanya.
Baiquni menuturkan pihaknya meminta para nasabah agar tetap tenang dan tidak terpancing oleh isu rush money. “Kalau ada nasabah yang bertanya soal ini dan membutuhkan penjelasan, kami siap.”
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Mabes Polri Brigadir Jenderal Agung Setya berujar aksi rush money rawan akan risiko tindak kriminal yang lebih besar dan bisa merugikan masyarakat. "Kalau seluruh dananya ditarik dari bank, akan menyimpan uang tunai di tas atau dompet, ini bisa memicu pencurian dan pencopetan," kata dia di kantor Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jakarta, Senin lalu.
Agung mengatakan menyimpan uang di bank lebih aman dan memudahkan masyarakat dalam bertransaksi. Terlebih saat ini sistem pembayaran dan keuangan di Indonesia telah terintegrasi secara online. "Jadi, ini hanya akan merugikan kalau tidak punya dana di bank.”
GHOIDA RAHMAH