TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pusat Statistik mencatat kenaikan nilai ekspor di sektor nonmigas pada Oktober 2016. Nilai ekspor mencapai US$ 11,65 miliar atau naik 1,22 persen dibanding pada bulan sebelumnya.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan peningkatan terbesar ekspor nonmigas terjadi pada sektor lemak dan minyak hewan serta nabati. “Nilainya sebesar US$ 287,1 juta atau naik 19,02 persen,” katanya di kantor BPS, Jakarta, Selasa, 15 November 2016. Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam, yakni sebesar 37,28 persen atau US$ 158,7 juta.
Sejak Januari hingga Oktober 2016, ekspor nonmigas tercatat menurun 4,65 persen dibanding pada periode yang sama 2015. Jumlahnya turun dari US$ 111,46 di 2015 menjadi US$ 106,37 miliar pada 2016.
Ekspor nonmigas menyumbang 90,84 persen dari total ekspor pada Januari-Oktober 2016. Kontribusi terbesar berasal dari sektor industri sebesar 76,42 persen, tambang 12,10 persen, migas 9,16 persen, dan pertanian 2,32 persen.
Pada periode Januari-Oktober, keempat sektor tersebut turun. Sektor migas -32,01 persen, tambang -14,3 persen, pertanian -13,81 persen, dan industri pengolahan -2,59 persen.
Menurut Suhariyanto, barang nonmigas terbanyak diekspor ke Amerika Serikat, yaitu senilai US$ 12,89 miliar, disusul Cina sebanyak US$ 11,39 miliar dan Jepang US$ 10,67 miliar.
Berdasarkan provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar berasal dari Jawa Barat. Nilainya mencapai US$ 21,06 miliar atau sebesar 17,98 persen dari total ekspor. Ekspor terbesar lainnya berasal dari Jawa Timur US$ 15,34 miliar atau 13,1 persen serta Kalimantan Timur US$ 11,2 miliar atau 9,57 persen. Kontribusi ketiganya mencapai 40,65 persen dari seluruh ekspor nasional.
BPS mencatat peningkatan nilai ekspor sebesar 0,88 persen pada Oktober 2016 (mom). Dibanding pada Oktober 2015, jumlahnya meningkat 4,6 persen. Nilai ekspor Oktober sebesar US$ 12,67 miliar atau naik dari realisasi September sebesar US$ 12,56 miliar.
VINDRY FLORENTIN